APT—Romansa yang Viral, Tapi Apa Benar?

Lagu APT menceritakan tentang kerinduan akan hubungan sepasang kekasih, tetapi perasaan itu sulit untuk diungkapkan secara langsung. Lagu ini ditulis dalam lirik berbahasa Korea dan Inggris, dan ditulis sendiri oleh Rosé, bahkan menjadi hits di berbagai negara, dan Rose bersama Bruno Mars meraih penghargaan melalui lagu tersebut. Namun lagu itu juga menimbulkan kontroversi, menuai kritikan dan dilarang di beberapa negara, termasuk di Korea Selatan. Di Korea Selatan, lagu ini dilarang diputar di kalangan pelajar menjelang Ujian Kemampuan Skolastik Perguruan Tinggi (CSAT) karena dikhawatirkan mengganggu konsentrasi.

Penulis lagu mengekspresikan kerinduannya untuk menjumpai langsung sang kekasih, mencium bibirnya, dan bersenang-senang semalaman. Lagu ini sarat dengan ajakan untuk bersenang senang, berfokus pada kesenangan diri sendiri, dan mengundang sang kekasih untuk menjumpainya secara langsung untuk bersenang-senang di apartemennya. Sarat dengan nilai-nilai hedonisme, egoisme, yang tidak sejalan dengan nilai nilai Kerajaan Allah.

Sebagai orang percaya, kita perlu berhati-hati: lagu bukan sekadar hiburan, melainkan sarana yang kuat membentuk cara berpikir, cara merasa, bahkan cara kita menilai cinta. Rasul Paulus menulis, “Janganlah kamu menjadi serupa dengan dunia ini, tetapi berubahlah oleh pembaharuan budimu, sehingga kamu dapat membedakan manakah kehendak Allah: apa yang baik, yang berkenan kepada Allah dan yang sempurna” (Roma 12:2).

Lagu ini menampilkan cinta sebagai pelarian dan kesenangan sementara. Tetapi Firman menegaskan bahwa kasih sejati itu bukan soal memuaskan diri, melainkan berakar dalam pengorbanan. Yesus sendiri mengajarkan kasih yang rela memberi, bukan sekadar mencari kenikmatan sesaat (Yohanes 15:13).

Bahaya yang Terselubung bagi Generasi Muda

  1. Normalisasi hedonisme. Ketika cinta dilihat sebatas “ayo bersenang-senang semalam,” maka relasi jadi dangkal, bukan mengedepankan komitmen sebagaimana yang seharusnya terjadi di dalam Tuhan.
  2. Pengaruh pada identitas. Anak muda bisa menyerap pesan bahwa “aku berharga kalau aku punya pasangan yang mau bersenang-senang denganku.” Padahal keberhargaan kita yang sebenarnya ada pada Allah yang sudah menciptakan kita dan menghembusi kita dengan nafas-Nya sendiri, serta Yesus Kristus sudah mati di kayu salib untuk menebus kita. 
  3. Egoisme yang dibungkus romansa. Fokusnya bukan pada memberi, melainkan menuntut: “datanglah ke apartemenku untukku.” Romansa di dalam Tuhan tidak terfokus pada memberi dulu agar bisa menuntut (transaksional), apalagi sampai menuntut pasangan memberikan sesuatu yang belum pada waktunya.

Bagaimana Keluarga Menyikapinya?

  • Ajarkan discernment. Ajak anak-anak menonton/ mendengar tren ini bersama lalu diskusikan: “Apa yang lagu ini ajarkan? Apakah sesuai dengan Firman?”
  • Berikan alternatif. Kenalkan lagu-lagu atau film yang meneguhkan nilai kasih, kesetiaan, dan kekudusan, sebagaimana nilai-nilai Kerajaan Allah. 
  • Jadikan momentum pembelajaran. Gunakan tren populer sebagai pintu masuk untuk mengajarkan prinsip cinta yang sejati: kasih yang rela berkorban, menghargai komitmen, bukannya cinta yang murahan.

Lagu “APT” mungkin viral, tapi viral tidak selalu benar. Tren bisa memberi sensasi sesaat, tetapi kebenaran memberi dasar yang kekal. Sebagai keluarga Kristen, mari melatih hati dan telinga kita untuk tidak hanya ikut arus tren, melainkan menilai segala sesuatu berdasarkan kebenaran Firman.👉 Tren berubah, tapi kebenaran tetap.

Dapatkan renungan dan artikel yang penting bagi keluarga Anda, kunjungi: www.familyasateam.org

Facebook
Twitter
LinkedIn
Pinterest