Hendaklah kata-katamu senantiasa penuh kasih, jangan hambar, sehingga kamu tahu, bagaimana kamu harus memberi jawab kepada setiap orang.” (Kolose 4:6)
Sebagai orang tua Kristen di era digital ini, kita sering terkejut mendengar buah hati yang masih kecil mengeluarkan kata-kata kasar seperti “an**g” atau “br*****k*…”.
Biasanya, alasan mereka sederhana namun mengkhawatirkan: “Tapi teman teman aku juga ngomong begitu, kok.. Itu udah ‘hal yang wajar’!” Situasi ini sebenarnya mencerminkan tantangan besar yang kita hadapi dalam mendidik generasi Z, yaitu antara lain: pengaruh pergaulan teman sebaya yang kuat, normalisasi bahasa kasar di media ataupun saat bermain game, dan kebutuhan anak untuk diterima dalam kelompok sebaya.
Ketika menghadapi situasi seperti ini, reaksi pertama kita sebagai orang tua seringkali adalah kaget dan marah. Namun sebagai pengikut Kristus, kita dipanggil untuk merespons dengan cara yang berbeda – bukan dengan amarah yang reaktif, tetapi dengan kasih yang transformatif. Firman Tuhan mengingatkan kita: “Hendaklah kata-katamu senantiasa penuh kasih, jangan hambar, sehingga kamu tahu, bagaimana kamu harus memberi jawab kepada setiap orang.” (Kolose 4:6). Ayat ini menjadi fondasi penting dalam pendekatan kita mendidik anak.
Memahami akar masalah adalah langkah pertama yang bijaksana. Anak-anak, terutama anak-anak di sekolah dasar, seringkali sedang dalam fase mengeksplorasi bahasa dan pengaruhnya. Mereka belum sepenuhnya memahami makna dan dampak kata-kata yang diucapkan. Seringkali, penggunaan bahasa kasar justru merupakan ekspresi ketidakmampuan mereka mengelola emosi yang sedang berkembang. Di sinilah peran kita sebagai orang tua untuk membimbing dengan sabar.
Menciptakan ruang dialog yang aman adalah langkah penting. Ketika mendengar anak berkata kasar, tarik napas dalam-dalam sebelum bereaksi. Ajaklah mereka ngobrol santai:
“Nak, tadi kamu bilang apa? Bisa cerita ke papa atau mama kenapa kamu pakai kata itu?” Pendekatan ini membuka ruang untuk memahami apa yang sebenarnya terjadi dalam pikiran dan hati anak. Setelah mendengarkan, bantulah mereka mengembangkan empati dengan pertanyaan: “Kalau ada teman yang bilang begitu ke kamu, kira-kira perasaanmu bagaimana?” Didik mereka untuk memposisikan diri sebagai orang yang mendengar atau bahkan menjadi sasaran perkataan kasar tersebut.
Tidak cukup hanya melarang, kita perlu memberi alternatif positif. Ajarkan ekspresi yang lebih baik: “Kalau jengkel, coba bilang: ‘Aku marah nih!’ atau ‘Aku tidak suka!'” Latih mereka secara konsisten untuk mengungkapkan emosi dengan cara yang lebih sehat.

Yang tak kalah penting, kita sendiri harus menjadi teladan konsisten dalam bertutur kata. Anak adalah peniru ulung yang akan lebih mengingat apa yang kita lakukan daripada apa yang kita katakan. Jadi, kalau menghendaki anak kita tidak berkata-kata kasar, maka kita pun sebagai orang tua memberi teladan untuk tidak berkata kasar.
Membangun lingkungan yang mendukung juga penting. Buatlah “kesepakatan keluarga” tentang bahasa yang boleh dan tidak boleh digunakan. Berikan pujian ketika anak berhasil menggunakan bahasa yang baik. Seleksilah tontonan dan permainan yang mendukung pembentukan karakter yang mencerminkan sebagai murid Kristus. Semua ini membangun ekosistem yang konsisten untuk pertumbuhan anak.
Proses ini tidak instan dan membutuhkan kesabaran serta konsistensi. Ingatlah bahwa tujuan akhir kita bukan sekadar mengubah perilaku lahiriah, tetapi membentuk hati yang mencintai dan mau melakukan kebenaran. Setiap kali menghadapi kesulitan dalam proses ini, berdoalah meminta hikmat dari Tuhan.
Sebagai penutup, mari renungkan dua pertanyaan penting ini sebagai refleksi diri kita sebagai orang tua:
- Sudahkah saya menjadi teladan dalam bertutur kata?
- Bagaimana saya bisa menciptakan lingkungan rumah yang mendukung pembentukan karakter Kristiani dalam berkomunikasi?
Lalu, adakan waktu untuk merenungkan artikel ini dan berdiskusi bersama anak-anak kita:
- Menurut kamu, mengapa Yesus tidak pernah menggunakan kata-kata kasar sekalipun kepada orang yang bersalah kepada-Nya?
- Kalau kamu jadi orang tua dan mendengar anakmu berkata kasar, bagaimana cara kamu menasehatinya dengan baik, dan bagaimana kamu melatihnya untuk berkata-kata yang baik?
Dengan pendekatan yang penuh kasih dan berlandaskan kebenaran Firman Tuhan, kita dapat membimbing anak-anak kita untuk bertumbuh dalam kebijaksanaan berkomunikasi, menjadi berkat bagi sesama, dan memuliakan Tuhan melalui setiap perkataan mereka.
Soli deo gloria..!
Dapatkan artikel keluarga dan renungan-renungan yang dapat Anda gunakan untuk mezbah keluarga Anda, dengan mengunjungi: https://www.familyasateam.org