Kita semua terluka oleh kehidupan yang tidak adil. Baik di rumah, di sekolah, di pekerjaan dan pelayanan. Kita Merasakan dampak kesalahan orang lain, lingkungan dan situasi yang sangat buruk.
Contoh luka emosi yang paling ialah: intonasi suara yang keras, membahas soal UANG atau seks, mendengar kritikan atau teguran dan permintaan yang dianggap sebagai tuntutan. Mengakibatkan menurunnya respek, rasa percaya, kenyamanan berkomunikasi, dan lebih fokus pada hal-hal negatif. Selain itu adanya kemarahan, kekecewaan dan kelelahan yang tidak jelas.
Sebagian rasa sakit dari luka itu mungkin belum pernah diolah. Luka emosi itu masih basah dan bernanah. Namun yang tidak dapat kita lupakan atau sulit kita terima, ialah ketika kita tidak bersalah, penyembuhan malah menjadi tanggung jawab kita
Tapi daripada melihat luka itu sebagai beban, belajarlah melihatnya sebagai hadiah yang langka dan istimewa. Meski awalnya kita tidak tahu apa maksudnya dan melelahkan
Sahabat, kehidupan akan menyakiti kita dengan cara yang berbeda, tetapi yang utama ialah bagaimana kita merespons luka tersebut. Itulah yang akan menentukan siapa kita : si korban menjadi PELAKU, atau awal cerita bagaimana si korban menjadi pahlawan, atau sang terluka yang menyembuhkan. Juga menentukan apakah trauma menjadi tragedi, atau tragedi menjadi komedi
Bagaimana kita mengolah atau bersikap terhadap trauma kita
1. Penyembuhan adalah tanggung jawab kita karena rasa sakit yang tidak diolah akan keciprat ke semua orang yang tidak bersalah di sekitar kita. Kita malah berubah dari korban menjadi pelaku, dan membuat banyak orang lain terluka dan ikut susah. Terutama anggota keluarga kita
2. Penyembuhan menjadi tanggung jawab kita karena kita hanya memiliki satu kali kesempatan hidup, dan kita perlu menjalaninya sebagai orang yang berguna dan bahagia. Jangan habiskan hanya utk menyesali, menyalahkan orang lain. Hidup terlalu berharga utk disia-siakan dengan banyak penyesalan. Bersyukurlah adalah cara terbaik mengolah rasa sakit, karena Tuhan turut bekerja mendatangkan kebaikan dari situasi buruk.
3. Pemulihan menjadi tanggung jawab kita karena kalau kita berharap atau menunggu orang lain yang memulihkan kita, itu tidak akan pernah terjadi. Malah hidup kita akan bertambah sakit dan pahit. Jangan menunggu mereka yg bersalah meminta maaf, mengurangi atau menghilangkan rasa sakit itu. No! Hanya kita yang bisa memulihkannya.
4. Pemulihan menjadi tanggung jawab kita karena kita memiliki kekuatan untuk menyembuhkan diri kita sendiri. Sang Guru Agung pernah berkata: “Pencobaan-pencobaan yang kamu alami ialah pencobaan-pencobaan biasa, yang tidak melebihi kekuatan manusia. Sebab Allah setia dan karena itu Ia tidak akan membiarkan kamu dicobai melampaui kekuatanmu. Pada waktu kamu dicobai Ia akan memberikan kepadamu jalan ke luar, sehingga kamu dapat menanggungnya”.
5. Pemulihan adalah tanggung jawab kita karena saat kita merasa tidak nyaman itu menjadi tanda untuk kita berubah. Hidup kita bertumbuh dan menjadi lebih dinamis justru karena masalah. Iman dan otot emosi kita lebih kuat. Bahaya utama bagi iman dan kepribadian kita justru rasa aman, nyaman dan mapan.
6. Penyembuhan adalah tanggung jawab kita, karena setiap orang hebat yang kita kagumi justru lahir dari penderitaan yang hebat. Kekuatan batin mereka lahir dari pengalaman buruk. Yohanes surya berkata: “Tanpa masalah dunia ini terasa hambar dan tidak akan muncul penemuan dan orang-orang besar”. Lihat saja Ayub hidupnya bertumbuh dua kali lipat.
Untuk bisa pulih dari trauma, belajarlah melakukan self Care, self talk & self love. Kita perlu trampil mengasihi diri sendiri. Tidak ada yang abadi atau yang mampu secara konsisten mengasihi kita, kecuali diri sendiri. Andalah orang yang terbaik cakap merawat kebutuhan emosi sehari-hari. Belajarlah mandiri mencintai, perhatian orang lain hanya bonus. Miliki persahabatan dan komunitas yang sehat. Cari bantuan konselor dan mentor tempat anda berbagi dengan bebas dan nyaman. Bangun ulang hobi anda terutama dalam seni dan olah raga.
Seperti kata Paulus kita sedang berada dalam satu pertandingan. Kita tidak dimaksudkan sampai ke garis finish tanpa cedera, dan dalam keadaan bersih.
Kehidupan akan menyakiti kita dengan cara yang berbeda, tetapi yang utama ialah bagaimana kita merespons luka tersebut. Itulah yang akan menentukan siapa kita : dari korban menjadi PELAKU atau awal cerita bagaimana korban menjadi pahlawan, dan sang terluka yang menyembuhkan. Juga menentukan apakah trauma menjadi tragedi, atau tragedi menjadi komedi
Raja Salomo pernah berkata, "Hai anakku, janganlah anggap enteng didikan Tuhan, dan janganlah putus asa apabila engkau diperingatkan-Nya; karena Tuhan menghajar orang yang dikasihi-Nya, dan Ia menyesah orang yang diakui-Nya sebagai anak."
Memang tiap-tiap ganjaran pada waktu ia diberikan tidak mendatangkan sukacita, tetapi dukacita. Tetapi di kemudian hari pengalaman buruk itu menghasilkan hal-hal yang baik.
Setelah luka itu kering, anda dan saya tidak akan pernah sama lagi seperti sebelumnya. Kita menjadi lebih kuat, bijaksana, dan lebih baik. Ketika kita sembuh, dan berani melangkah lebih jauh. Otot emosi kita lebih kuat dan tangguh. Kita menjadi lebih percaya diri saat menangani masalah dan pantang menyerah. Lebih berani mengambil risiko, berpikiran lebih luas, makin beriman karena tidak pernah kita bayangkan sebelumnya bahwa bisa kita melewati. Seperti kata Paulus, kita menjadi lebih dari pemenang.
Sebab itu kuatkanlah dan teguhkan lah hatimu.
DR. Julianto Simanjuntak
Founder LK3
Board of Advisor Family First Indonesia