Processing...

Selamat Tinggal Dunia.....


Diposting oleh | Fri, 12 Jul 2019 14:44:01


Belum lama ini kita dikejutkan dengan berita seorang anak remaja di Blitar yang melakukan bunuh diri, karena depresi tidak bisa masuk ke sekolah ingin yang ditujunya. Sebelumnya juga ada anak remaja di Jakarta yang nekad mengakhiri hidupnya karena stress menghadapi ujian. Bulan Oktober 2017 juga seorang remaja bunuh diri karena mendapat nilai ujian yang tidak baik. Mereka menambah ‘deretan’ anak-anak remaja dan kaum muda yang memutuskan untuk mengakhiri hidup sebelum waktunya.


BUNUH DIRI DALAM STATISTIK

Berdasarkan rata-rata statistik, dalam sehari setidaknya ada 2 hingga 3 orang yang melakukan bunuh diri di Indonesia. Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat setidaknya ada 812 kasus bunuh diri di seluruh wilayah Indonesia pada tahun 2015. Angka tersebut adalah yang tercatat di kepolisian. Angka riil di lapangan bisa jadi lebih tinggi. World Health Organization (WHO), badan di bawah PBB yang bertindak sebagai koordinator kesehatan umum internasional, memiliki data tersendiri. Berdasarkan data perkiraan WHO, angka kematian akibat bunuh diri di Indonesia pada 2012 adalah 10.000. Tren angka tersebut meningkat dibanding jumlah kematian akibat bunuh diri di Indonesia pada 2010 yang hanya setengahnya, yakni sebesar 5.000.

Secara global, WHO menyatakan ada 800.000 orang lebih di wilayah seluruh dunia yang meninggal akibat bunuh diri setiap tahunnya, dan ada lebih banyak orang lainnya yang melakukan percobaan bunuh diri. Ada indikasi, sebenarnya ada lebih dari 20 orang lain yang mencoba untuk bunuh diri untuk setiap orang dewasa yang telah meninggal akibat bunuh diri.

WHO menambahkan, sebanyak 75% kasus bunuh diri di dunia terjadi di negara-negara yang berpendapatan ekonomi rendah dan menengah. Namun di negara maju seperti Amerika Serikat pun kasus bunuh diri marak dijumpai.  Centers for Disease Control and Prevention (CDC) di Amerika Serikat menyebut setiap tahunnya 10.000 orang Amerika Serikat meninggal akibat bunuh diri. Bunuh diri adalah penyebab kematian terbesar ketiga bagi anak-anak muda yang berusia antara 10 hingga 24 tahun di sana. Kurang lebih ada serkitar 4.600 anak muda yang meninggal akibat bunuh diri setiap tahunnya.

Bilangan Reserach Center (BRC) - suatu organisasi yang bergerak di bidang riset di Indonesia - pada bulan November 2017 mempublikasikan hasil risetnya di 42 kota tentang Spiritualitas Generasi Muda Kristen di Indonesia, di mana salah satu hasilnya adalah 14,2 % remaja Kristen mengakui pernah terpikir untuk bunuh diri, dan sekitar 3,5 % bahkan pernah mencoba untuk bunuh diri. Angka-angka ini menunjukkan, bahwa pemikiran untuk bunuh diri, ternyata juga melanda di kalangan remaja Kristen. Meski terkesan ‘masih rendah’, tapi bukankah seharusnya remaja Kristen yang sudah mengenal Yesus Kristus tidak akan pernah terpikir apalagi mencoba untuk bunuh diri.....?


PENYEBAB BUNUH DIRI

Depresi

Menurut data dari www.webmd.com, 8 dari 10 remaja dan pemuda dalam rentang usia 15 – 30 tahun merasa depresi karena merasa kurang bahagia. Seorang yang berasal dari keluarga dengan latar belakang salah satu keluarga dari generasi sebelumnya mengalami depresi, besar kemungkinan akan mengalami depresi juga. Memang belum ada tes yang bisa mendeteksi apakah seorang mengalami depresi, namun bila tidak ditanggapi dengan serius, depresi ini bisa sangat berbahaya karena bisa memicu keinginan untuk bunuh diri.

Tekanan

Tekanan yang dialami di masa remaja sangat berat karena remaja berada dalam tahap peralihan dari masa kanak-kanak yang bebas dan santai tanpa beban ke masa dewasa yang mulai mengenal tanggung jawab. Kadang, remaja tidak siap untuk merasakan hal ini sehingga muncul tekanan-tekanan yang membuat depresi.

Tekanan tersebut bisa berasal dari lingkungan, seperti sekolah dan pergaulan. Masalah sekolah umumnya dipicu oleh nilai dan performance yang seringkali tidak sesuai dengan harapan, entah itu harapan guru atau orangtua. Jika kegagalan ini dipikirkan terus menerus, bisa memicu keinginan untuk bunuh diri.

Lingkungan Pergaulan

Lingkungan pergaulan, baik di sekolah, di rumah, maupun di sosial media menjadi hal yang sangat dekat dan penting bagi remaja. Ketidakmampuan dalam menerima perbedaan pola hidup yang dijalani dengan pola hidup teman, bisa membuat remaja iri, minder bahkan sampai depresi. Misalkan ada teman yang sering upload foto jalan-jalan, gadget, atau fashion keren di sosial media, atau sering menceritakan pengalamannya jalan-jalan di luar negri, mengenakan pakaian atau gadget termuktahir. Tanpa bisa dicegah, si remaja ingin mendapat atau mengalami hal yang sama, sehingga ketika tidak bisa terpenuhi membuat si remaja merasa tidak bisa menyamai teman-temannya yang lain di lingkungannya, hingga muncullah keinginan untuk bunuh diri karena merasa malu dengan teman-temannya.

Apalagi bila si remaja mengalami perundungan alias bullying. Banyak kasus bunuh diri awalnya disebabkan oleh bullying yang dialami di lingkungan pergaulan. Sampai-sampai muncul istilah bullycide yang berasal dari kata bullying dan suicide, yaitu bunuh diri yang disebabkan oleh bullying dan depresi, seperti yang dikemukakan oleh Jo Lynn Carney, psikolog dari Amerika Serikat. Remaja yang mengalami bulliying mengalami tekanan yang besar dari teman sebayanya, tidak ada pertolongan dari teman, orang tua, ataupun pihak yang berwenang, sehingga ia mengalami depresi dan muncullah keinginan untuk bunuh diri.

Orangtua

Pola pengasuhan orangtua juga turut menjadi penyebab remaja sering dilanda depresi,  terutama jika orang tua sering membanding-bandingkan dengan orang lain, entah itu kakak, adik, atau teman-teman yang lain. Hal ini membuat remaja merasa tidak bisa diterima dan tidak dihargai, sehingga muncul perasaan tertekan untuk menjadi seperti orang yang dibandingkan. Hanya saja, jika usaha tersebut tidak berhasil, maka seorang remaja jadi rentan dilanda depresi yang bisa memicu keinginan bunuh diri.

Orang tua yang ‘dingin’, menjaga jarak dengan anaknya, tidak terlibat membangun relasi secara aktif dan konsisten dengan anaknya, juga dapat memicu munculnya keinginan anak remaja untuk bunuh diri. Merasa tidak diinginkan, merasa tidak dikasihi, tidak dihargai, membuat anak remaja memiliki rasa rendah diri, yang bila berkelanjutan menjadi depresi dan memicu keinginan bunuh diri. 

Orang tua yang bercerai juga dapat memicu remaja ingin melakukan bunuh diri. Remaja yang kecewa karena orang tuanya memutuskan bercerai tanpa mempertimbangkan perasaannya dan keadaanya, remaja yang dipaksa untuk memilih apakah ikut ayah atau ibunya yang bercerai, remaja yang merasa ‘dibuang’ dengan dititipkan ke kakek-nenek atau saudara lainnya oleh orang tuanya yang bercerai, adalah remaja yang sangat mudah untuk terpicu keinginan untuk mengakhiri hidupnya.

Remaja yang ‘dipaksa’ untuk disekolahkan di luar kota atau bahkan di luar negri dalam usia yang masih relatif muda, tanpa pendampingan dan persiapan secara fisik dan mental yang memadai, merupakan remaja  yang rentan untuk memiliki keinginan bunuh diri. Perasaan ‘dibuang’, tidak disayang, apalagi di kota atau negri yang asing, di mana tidak ada saudara, atau teman yang bisa mendukungnya untuk memberikan kekuatan dan semangat, menjadi tempat sandarannya saat ia kesepian, bila tidak diatasi dengan baik dapat menyebabkan si remaja menjadi depresi dan ingin bunuh diri.

Rendah Diri

Remaja yang rendah diri, tidak memiliki gambar diri yang sehat, jadi lebih rentan terhadap depresi, apalagi jika menjadi korban bullying dan (merasa) tidak memiliki tempat atau orang yang bisa menolong, mereka lebih memilih untuk mengakhiri hidupnya karena merasa tidak berharga dan diterima oleh lingkungannya.

Penting bagi remaja untuk memiliki gambar diri yang sehat, yang biasanya diperolehnya melalui hubungan dengan teman-teman (makin banyak teman yang menyukai, makin percaya diri), prestasi (baik dalam bidang akademis maupun bidang seni budaya, olah raga, ataupun aktivitasnya di bidang organisasi), dan status sosial ekonomi. Remaja yang masih merasa berharga, ada sesuatu dalam dirinya yang bisa dibanggakan, akan menjadi pribadi yang relatif percaya diri, memilki gambar diri yang sehat, dan tidak mudah putus asa dalam mengarungi kehidupan.

Musik, Games, Media Massa dan Internet

Tidak sedikit musik-musik bernuansa metal, hard rock, rap, bahkan lagu pop sekalipun, bila diperhatikan dengan seksama lirik-liriknya, ternyata mengandung pesan atau kata-kata yang ‘gelap dan suram’. Masa depan suram, tidak ada yang mempedulikan kita, bahkan ada pesan-pesan yang mendorong pendengarnya untuk mengakhiri hidupnya bila mereka merasa sudah gagal dan tak ada artinya lagi hidup ini. Remaja perlu bijak dalam memilh musik yang didengarnya, karena bila lirik-lirik bernuansa bunuh diri itu terus menerus didengar, maka akan tersimpan di ‘alam bawah sadar’ dan bisa memicu munculnya keinginan untuk bunuh diri, saat kondisi mental seorang remaja sedang lemah.

Ratusan remaja di Rusia dan Ukraina tercatat melakukan bunuh diri, oleh karena mereka melakukan permainan online games ‘Blue Whale Challenge’. Diambil dari nama ikan paus biru yang menurut para ahli hewan memiliki kecenderungan untuk bunuh diri dengan membiarkan diri mereka terhanyut ke pantai untuk terdampar sampai mati, permainan ini ‘menantang’ para pemainnya untuk melakukan berbagai penyiksaan diri selama 50 hari, bahkan kemudian mengakhiri hidupnya pada hari ke-50. Permainan ini sempat cukup viral di kalangan remaja di Rusia dan sekitarnya (negara-negara eks Uni Sovyet), dan membuat pemerintah di beberapa negara mengeluarkan peringatan kepada orang tua untuk memperhatikan apa yang dimainkan anak-anak remajanya.

Apa yang ditampilkan media massa juga mempengaruhi remaja. Seperti bentuk fisik tubuh artis idola, dan kemewahan yang diumbar dalam tayangan media massa yang jauh dari kenyataan, dan memicu remaja untuk mendapatkan dan mengalami hal yang sama. Seringnya, hal tersebut sulit untuk dicapai sehingga membuat remaja menjadi frustasi, depresi dan ingin bunuh diri.

Sebuah penelitian yang dilakukan oleh psikolog dari Universitas Oxford, mendapati hubungan antara aktivitas di forum online dengan keinginan untuk bunuh. Seperti dikutip dari www.Dailymail.com, Professor Paul Montgomery dari Oxford University mengungkapkan kalau internet dapat memacu potensi positif bagi remaja, tapi di sisi lain terkadang membuat remaja rentan mengalami depresi, seperti komentar negatif dari forum yang mereka ikuti, yang memicu tindakan menyakiti diri sendiri.

Seorang anak remaja yang duduk di bangku SMP bernama Rangga, mengakhiri hidupnya dengan menggantung dirinya (Warta Kota, 14 Januari 2015). Selain karena orang tuanya yang bercerai, Rangga ternyata penggemar kartun sadis Manga asal Jepang. Tak jarang kartun-kartun ini mengajarkan nilai bahwa mati itu akan menemukan kedamaian. Di sana juga ada game yang mengajarkan bagaimana seseorang bisa ‘bunuh diri secara perlahan dan penuh damai‘. Sungguh suatu proses brainwash yang amat mengerikan! Hal ini semakin menguatkan bahwa setiap orang tua perlu memperhatikan apa yang dibaca dan disaksikan oleh anak-anaknya.


APA PANDANGAN AGAMA TENTANG BUNUH DIRI

Berbagai agama yang ada di Indonesia, memiliki pandangan yang sama tentang bunuh diri, yaitu menentangnya. Apapun penyebabnya, bagaimana pun caranya, bunuh diri tidak dapat dibenarkan. Tindakan bunuh diri merupakan bentuk penolakan manusia atas karunia kehidupan dari TUHAN. Tidak satu pun, pria ataupun wanita, diperbolehkan mengambil alih otoritas TUHAN dan mengakhiri kehidupan pribadi mereka.

Di samping itu, bunuh diri berdampak buruk bagi mereka yang ditinggalkan. Bekas luka batin yang disebabkan seseorang yang bunuh diri biasa lama sekali pulihnya.  Apapun pergumulan yang Anda, atau anak Anda sedang hadapi, TUHAN sanggup  memberi karunia kepada setiap orang yang sedang menghadapi tantangan hidup, dan pasti ada pertolongan dariNYA sehingga setiap dari kita mampu mengatasi masalah tersebut.  


PERAN ORANG TUA 

Berdasarkan hasil survey dari BRC tahun 2017, ternyata 43,1 % remaja mengakui saat mereka dirundung masalah maka orang pertama yang mereka tuju untuk diajak bicara mengenai masalahnya adalah orang tuanya., disusul kemudian sebanyak 28,9 % akan menjumpai temannya.  

Nampak jelas di sini bahwa orang tua masih memegang peranan yang sangat penting bagi perkembangan remaja, termasuk untuk mencegah seorang remaja melakukan bunuh diri.   Orang tua yang baik pasti selalu menginginkan yang terbaik bagi anaknya, hanya saja tidak semua orang tua tahu bagaimana cara menyampaikan atau menunjukkannya kepada anaknya. Mengingat begitu rentan dan rapuhnya mental anak muda #JamanNow, maka orang tua yang mengasihi dan peduli kepada anaknya perlu untuk:

Membangun hubungan yang intim dengan anaknya. Investasikan waktu Anda, sesibuk apapun, paling tidak 1-2 jam sehari untuk bercengkrama dengan anak-anak Anda. Menemani mereka yang sedang belajar, bermain bersama, nonton film bersama, makan bersama, atau pun menyediakan telinga Anda untuk mendengar cerita mereka (meski betapun lucu dan terkesan tidak pentingnya cerita mereka). Saat Anda memfokuskan perhatian kepada anak, Anda sedang memastikan kepada anak Anda bahwa Anda mengasihinya dengan segenap hati Anda, menganggapnya sebagai VIP (very important person), dan menunjukkan bahwa bersama dengannya adalah sama pentingnya dengan deal-deal bisnis atau rapat-rapat penting Anda. Tidak hanya hal itu menambah rasa percaya dirinya, dengan mendengar ceritanya maka Anda menjadi lebih memahami anak Anda, dan pada akhirnya anak Anda juga akan lebih mau mendengarkan nasehat dan arahan Anda sebagai orangtuanya karena Anda sudah lebih dulu memberikan perhatian Anda kepadanya.

Upayakan untuk ada baginya pada momen-momen penting dirinya. Mengambil rapor, menontonnya bertanding, menyaksikan performance  nya di sekolah atau di Gereja, hadir saat wisudanya, hadir saat ulang tahunnya, merupakan contoh-contoh praktis bagaimana Anda hadir bagi anak Anda. Kehadiran Anda di dekatnya juga sangat penting saat ia sakit, saat ia mengalami kegagalan atau melakukan kesalahan. Pelukan, tepukan di bahu, elusan di kepalanya, kata-kata yang menguatkan, akan menjadi ‘obat yang ampuh’ bagi rasa kecewa dan terlukanya saat ia sedang kecewa atau gagal.

Berikan teladan bagaimana mengelola keberhasilan dan kegagalan dalam hidup. Jangan hanya menceritakan kehebatan dan keberhasilan Anda, jangan malu untuk membagikan juga pengalaman kegagalan Anda. Tanamkan nilai bahwa kegagalan dan keberhasilan adalah bagian dari musim kehidupan yang pasti dialami setiap manusia yang sedang diproses menjadi lebih dewasa. Ajarkan anak Anda untuk tidak mudah menjadi sombong atau terlalu percaya diri saat berhasil, dan juga sebaliknya merasa down bahkan putus asa saat mengalami kegagalan. Ceritakan kisah-kisah tokoh di Alkitab maupun tokoh dunia yang pernah gagal namun bisa bangkit kembali dan berhasil, juga tokoh yang menjadi hancur karena menjadi sombong saat  berhasil.

Jangan terbiasa untuk selalu ikut campur untuk menolong anak menyelesaikan tugas atau menyelesaikan tantangannya. Anak sampai di usia 8 tahun memang masih memerlukan bantuan kita, tapi sejalan dengan bertambahnya usia anak, orang tua harus mulai ‘menarik diri’ dan memberi kesempatan kepada anak untuk berusaha sebaik mungkin menyelesaikan tugasnya, atau menghadapi sanksi/konsekuensi dari perbuatannya. Bukan berarti orang tua sama sekali tidak peduli kepada anak, tapi ajarkan dan tanamkan pentingnya anak untuk bersikap tegar, tekun, dan tangguh menghadapi berbagai tantangan hidupnya. Terus dampingi dan beri semangat, tunjukkan bahwa Anda mengasihinya apapun yang terjadi.  


PENUTUP 

Fenomena bunuh diri di kalangan remaja, hanyalah sebuah ‘puncak gunung es’ yang terlihat, di mana dibawahnya masih ada banyak masalah-masalah baik di kalangan anak remaja maupun dalam keluarga di mana anak remaja bertumbuh. 

Sekarang waktunya kita untuk berbenah, waktunya kita untuk berubah. Jadikan keluarga sebagai ‘benteng pertahanan terakhir’ bagi setiap anggotanya, khususnya anak-anak. Ciptakan keluarga yang sehat, komunikasi yang terbuka, penuh dengan kasih dan saling mengampuni, sehingga keluarga menjadi tempat yang aman dan nyaman bagi anak-anak untuk bertumbuh menjadi pribadi yang kuat dan tangguh menghadapi tantangan jaman.


Himawan Hadirahardja

Executive Director Family First Indonesia

Terverifikasi :
Project ini telah melewati proses verifikasi Family First Indonesia.
Kunjungan Lokasi :
Project Creator telah mengunjungi lokasi dan memiliki orang yang dapat dihubungi di lokasi tersebut.
Kunjungan Staff :
Team Family First Indonesia telah mengunjungi lokasi project ini.
Terhubung :
Penggalangan dana ini terhubung dengan yayasan (XXXXXX)