Belum lama ini seorang artis menjadi viral setelah membagikan kisahnya kepada warganet. Dalam unggahannya di Instagram Story, sang artis ini menyebutkan bahwa ia sempat mengalami kekerasan verbal maupun fisik dari mantan kekasihnya. Dia bahkan mengaku sempat mendapat ancaman 'bunuh diri' dari mantan kekasih, "...di jalan pulang dia nyesel karena udah mukul aku sampe ngancem mau bunuh diri pada malem itu sangking nyeselnya" tulis Kesha dalam unggahan Instagram Story-nya.
Istilah relationsick merujuk pada sebuah hubungan yang ditandai dengan perilaku-perilaku negatif yang merusak fisik maupun emosional diri sendiri maupun pasangan. Jika dalam hubungan yang sehat didominasi oleh kasih sayang, rasa saling menghormati, dan penerimaan, maka dalam hubungan yang relationsick adalah kebalikannya; didominasi oleh perasaan tidak aman, egois, dan keinginan untuk memegang kendali. Kondisi ini tidak dapat diremehkan, karena dapat menyebabkan berbagai risiko serius bagi pasangan yang terlibat.
Hubungan tidak sehat ini bukan hanya ditandai dengan tindak kekerasan fisik saja, melainkan kekerasan emosional pada pasangan, dengan ciri-ciri antara lain:
- Kurangnya dukungan dari pasangan, sehingga pencapaian apapun yang dicapai oleh salah satu orang yang terlibat dianggap sebagai 'kompetisi'.
- Komunikasi yang negatif, termasuk perkataan kasar, kritik, sarkasme, hingga adu mulut yang menjurus pada menyakiti atau menghancurkan gambar diri pasangan.
- Perasaan cemburu yang berlebihan.
- Adanya kecenderungan ingin memegang kendali atas hubungan dan kehidupan pasangan.
- Perasaan benci, stres, dan frustasi Ketidakjujuran yang terus menerus dilakukan.
- Tidak adanya rasa hormat pada pasangan, seperti sengaja melupakan hal-hal penting yang berkaitan dengan hubungan.
- Perilaku keuangan yang negatif, seperti melakukan pengeluaran dalam jumlah besar tanpa berdiskusi dengan pasangan.
- Salah satu pihak selalu mengikuti kemauan pasangannya sehingga melupakan kesehatan dan kebutuhan diri sendiri.
- Mati-matian menjaga hubungan agar terhindar dari konflik, karena jika terjadi dapat menyebabkan masalah ekstrem. Karena itu seringkali salah satu pihak ‘rela menjadi korban perasaan’ demi menghindari pertengkaran yang bisa menjurus kepada tindakan kekerasan baik verbal maupun fisik.
Banyak orang berpikir bahwa hubungan negatif seharusnya ditinggalkan begitu pasangan telah melakukan tindak kekerasan fisik atau verbal. Namun, bagi beberapa orang, hal tersebut bisa jadi sulit dilakukan. Menurut laporan dari Psychcentral, ada 3 faktor yang membuat seseorang sulit keluar dari 'lingkaran setan' hubungan yang negatif.
Faktor pertama karena banyaknya waktu yang diinvestasikan dalam hubungan, sehingga seseorang merasa sayang untuk menyerah dalam hubungan tersebut. Faktor ini lebih banyak menyerang orang-orang yang memiliki masa hubungan yang panjang, seperti berbulan-bulan atau bahkan bertahun-tahun.
Faktor kedua adalah rasa bersalah untuk meninggalkan pasangan. Beberapa orang merasa bahwa pasangan akan mengalami hal yang berat jika mereka meninggalkannya. Ironisnya, orang-orang dengan rasa bersalah ini justru sekarat dalam hubungan tersebut.
Faktor ketiga, yakni adanya paksaan pada diri sendiri untuk percaya bahwa hubungan tersebut merupakan hubungan yang diinginkan. Kondisi ini disebut sebagai bias konfrimatori atau kecenderungan seseorang dalam mempercayai informasi berdasarkan dugaan terlepas apakah informasi itu benar atau salah.
Relationsick tidak akan bisa membaik bahkan pulih tanpa adanya komitmen antar pasangan. Jika seseorang merasa dirinya sudah berubah demi hubungan tersebut, bukan berarti pasangannya melakukan hal yang sama. Ada baiknya saling mengomunikasikan permasalahan dalam hubungan bersama-sama. Jika perlu pertimbangkan untuk meminta bantuan dari pihak luar, seperti keluarga atau konselor. Hal yang paling penting untuk ditekankan dalam hubungan yang sehat adalah, setiap pihak berhak untuk diterima dan diperlakukan dengan sopan, kasih sayang, dan hormat.
Namun, ada beberapa tindakan yang tidak bisa ditolerir dalam hubungan yang tidak sehat atau relationsick, yakni tindak kekerasan dan pelecehan fisik. Seseorang yang mengalami tindakan-tindakan tersebut dalam membangun relasi pra-nikahnya, harus segera meninggalkan pasangannya. Bila pasangan yang diputuskan tidak bisa menerima dan cenderung 'meneror', segara minta bantuan pihak keluarga, bahkan bila perlu pihak yang berwenang, seperti yang dilakukan oleh seorang gadis di Kabupaten Kendal yang mengalami teror selama 2 tahun.
Namun bila hubungan relationsick terjadi dalam konteks hubungan pernikahan, maka perlu segera ditangani oleh konselor yang berkompeten, agar baik pelaku maupun korban tindakan perundungan bisa segera mendapatkan pertolongan, dan dipulihkan dari luka batinnya.