Processing...

POLA ASUH YANG OVERPROTEKTIF : DAMPAK DAN CARA UNTUK BERUBAHNYA


Diposting oleh | Wed, 29 Sep 2021 13:48:01


Banyak orang tua yang berupaya melindungi anaknya dari pengaruh-pengaruh yang buruk dalam pergaulan, namun tanpa sadar menerapkan pola asuh yang overprotektif. Dalam Journal of Child and Family Studies, pola asuh ini dikenal juga dengan istilah helicopter parenting.

Apa itu pola asuh overprotektif?

Pola asuh overprotektif adalah pengasuhan yang terlalu melindungi anak. Biasanya dilakukan oleh orangtua yang terlalu kuatir terhadap risiko dan bahaya yang akan dialami oleh anaknya.

Beberapa contoh pola asuh overprotektif antara lain:

- melarang anak bermain di taman karena takut kotor dan terluka,

- tidak mau mengajari anak naik sepeda karena takut anak jatuh,

- selalu ingin memantau gerak-gerik anak,

dan sebagainya.

Dampak buruk pada anak karena pengasuhan overprotektif

Segala sesuatu yang berlebihan (over) tentu tidaklah baik. Begitu juga dengan pengasuhan orangtua.

Bahkan pengasuhan overprotektif sebenarnya mengakibatkan lebih banyak dampak negatif daripada dampak yang positif.

Apa saja dampak negatifnya?

 

1. Anak menjadi penakut, tidak percaya diri, dan sulit mengatasi masalahnya sendiri.

Ketakutan orangtua yang berlebihan akan membuat anak ikut merasa takut. Akibatnya, anak menjadi tidak percaya diri saat melakukan hal-hal di luar pengawasan orang tua.

Tidak hanya berefek saat masih kecil saja, pola asuh yang diterapkan akan ikut terbawa hingga dewasa dan membentuk kepribadian anak.

Menurut jurnal yang diterbitkan oleh Cambridge University Press, anak yang dibesarkan oleh orangtua yang overprotektif akan tumbuh menjadi pribadi yang berkecil hati, takut mengambil risiko, tidak percaya diri dan tidak punya inisiatif.

Lauren Feiden, seorang psikolog dari Amerika Serikat (AS) menyatakan bahwa overprotective parenting dapat membuat anak terlalu bergantung pada orangtua dan sulit mengatasi masalahnya sendiri. Selain itu, anak menjadi sulit mengambil keputusan karena orang tua terlalu terlibat jika dia menghadapi kesulitan. Hal ini akan membuat anak akan selalu mengandalkan orangtua dalam menentukan atau menyelesaikan masalah dalam hidupnya.

2. Mudah berbohong

Orangtua overprotektif cenderung mengekang ruang gerak anak. Padahal anak butuh keleluasaan untuk mengembangkan diri. Jika merasa terlalu dibatasi, anak akan mencari celah dan akhirnya berbohong agar bisa lolos dari kekangan orangtua. Selain itu, anak berbohong karena ingin menghindari hukuman akibat melakukan hal yang tidak sesuai dengan keinginan orangtua.

3. Mudah cemas, mudah stres karena takut salah 

Berdasarkan survei yang dilakukan oleh Kiri Clarke dari University of Reading di Inggris, menunjukan bahwa kecemasan orangtua berefek signifikan pada kecemasan bahkan meningkatkan gejala kecemasan pada anaknya.

Survei yang dilakukan oleh Center for Collegiate Mental Health di Amerika Serikat menunjukkan bahwa masalah kejiwaan sangat umum terjadi di kalangan mahasiswa. Sekitar 55 persen mahasiswa menginginkan konseling tentang gejala kecemasan, 45% soal depresi, dan 43% soal stres. Ternyata, salah satu faktor penyebabnya adalah pengawasan orangtua yang berlebihan terhadap kegiatan akademis dan non-akademis anak.

Pengawasan terus menerus, berisiko mengakibatkan anak mudah stres karena takut melakukan kesalahan.

4. Rawan untuk menjadi korban perundungan (bully)

Menurut penelitian yang dilakukan oleh para ahli psikologi dari University of Warwick, anak-anak yang diasuh dengan pola asuh yang keliru cenderung menjadi korban bully di sekolah. Pola asuh yang keliru meliputi pengasuhan yang acuh tak acuh, atau sebaliknya malah overprotektif.

Selain memperbaiki pola asuh, para psikolog juga menyarankan orangtua menjalin komunikasi yang baik dengan anak agar terhindar dari perundungan di lingkungan sekolah.

5. Meningkatkan risiko mengalami schizophrenia

Junpei Ishii, seorang psikiatri dari University Katsushika Medical Center menjelaskan adanya hubungan antara gangguan skizofrenia dengan pola asuh yang keliru, terutama pola asuh overprotektif. Penelitian yang dilakukan pada pasien skizofrenia menunjukkan bahwa 35% pasien yang diasuh dengan cara yang overprotektif sulit sembuh dari penyakit tersebut.

6. Berpotensi menyebabkan depresi

Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh University of Tennessee terhadap sejumlah mahasiswa di Amerika Serikat menunjukkan bahwa mereka yang diasuh secara overprotektif di masa kecil berisiko mengalami depresi.

Gangguan depresi pada mahasiswa ini tidak dapat dianggap remeh. Hal ini karena depresi dapat memicu keinginan untuk mengonsumsi obat-obat penenang yang berisiko membahayakan kesehatan.

Bagaimana cara mengubah pola asuh overprotektif?

Pada dasarnya, melindungi anak adalah hal yang baik. Namun, terlalu berlebihan terbukti mengakibatkan banyak dampak buruk.

Ada beberapa cara yang bisa dilakukan untuk memperbaiki pola asuh terhadap anak. Anda bisa menetapkan batasan-batasan sekaligus memberikan kebebasan dalam porsi yang seimbang.

Michael Ungar, ahli psikolog dari Dalhousie University Kanada, menyarankan agar orangtua memberikan tugas dan tanggung jawab sederhana kepada anak seiring pertambahan usia.

Anda dapat menerapkan tips-tips berikut ini:

- Mengajarkan tanggung jawab pada anak, seperti meminta mereka belanja di mini market, sambil mengawasinya diam-diam.

- Melatih kemandirian pada anak, misalnya dengan membiarkan mereka berangkat ke sekolah sendirian.

- Membantu menenangkan anak saat menghadapi situasi buruk.

- Memberikan kesempatan kepada anak untuk menghadapi dan menyelesaikan masalahnya sendiri.

- Mendukung anak melakukan hal-hal positif yang disukainya.

- Memberikan pengertian bahwa kegagalan merupakan hal yang harus dihadapi dan dijadikan pelajaran.

- Membangun komunikasi yang baik, salah satunya dengan cara mendengarkan cerita anak.

- Bersikap tegas ketika anak melewati batas-batas yang sudah ditetapkan, misalnya pulang larut malam tanpa mengabari terlebih dulu.

 - Tidak mudah kuatir, dan percaya pada kedewasaan anak supaya ia bisa berkembang dengan baik.

Terverifikasi :
Project ini telah melewati proses verifikasi Family First Indonesia.
Kunjungan Lokasi :
Project Creator telah mengunjungi lokasi dan memiliki orang yang dapat dihubungi di lokasi tersebut.
Kunjungan Staff :
Team Family First Indonesia telah mengunjungi lokasi project ini.
Terhubung :
Penggalangan dana ini terhubung dengan yayasan (XXXXXX)