Processing...

PNJAMAN ONLINE: BERKAT ATAU MUSIBAH...??


Diposting oleh | Mon, 17 Apr 2023 12:13:37



Pernahkah Anda menerima pesan singkat atau bahkan menerima panggilan suara dari seseorang yang tidak dikenal, yang berisi kata-kata kasar dan mendiskreditkan seseorang yang Anda sendiri tidak paham kenapa?

Bila pernah, patut dapat diduga bahwa nomor kontak selular Anda terdapat pada database kontak selular orang dimaksud, dan data itu telah diakses serta digunakan tanpa seizin pemiliknya oleh seseorang atau sekelompok orang yang merupakan debt collector dari penyedia jasa pinjaman permodalan secara digital (online), yang memberikan layanan peer to peer (P2P) lending atau pinjaman online (pinjol).

Di zaman teknologi seperti saat ini semua hal terasa serba mudah. Begitu pun dengan permodalan, jika dulu masyarakat Indonesia sangat sulit mendapatkan pinjaman kini untuk mendapatkan pinjaman uang begitu mudah. Salah satu yang memudahkan ialah adanya platform penyedia jasa pinjaman secara digital atau biasa disebut pinjaman online (pinjol).

Dua tahun terakhir, banyak orang membicarakan fintech. Terlebih tahun ini, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menargetkan paling tidak 75 persen dari populasi orang dewasa di Indonesia bisa mengakses layanan institusi finansial, dan masyarakat pun semakin beramai-ramai memanfaatkan jasa fintech untuk mencapai tujuan finansialnya.

Anda pasti paham kan apa itu Otoritas Jasa Keuangan (OJK)? Bila belum paham, berikut penjelasan, mengutip dari laman resmi OJK pada tautan ojk.go.id. 

Otoritas Jasa Keuangan atau lebih dikenal dengan sebutan OJK merupakan salah satu lembaga pemerintah di Indonesia, yang dibentuk dengan tujuan agar keseluruhan kegiatan di dalam sektor jasa keuangan dapat: 1)terselenggara secara teratur, adil, transparan, dan akuntabel, 2) mampu mewujudkan sistem keuangan yang tumbuh secara berkelanjutan dan stabil, dan 3) mampu melindungi kepentingan konsumen dan masyarakat.

Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mempunyai fungsi menyelenggarakan sistem pengaturan dan pengawasan yang terintegrasi terhadap keseluruhan kegiatan di sektor jasa keuangan. OJK sendiri mempunyai tugas melakukan pengaturan dan pengawasan terhadap kegiatan jasa keuangan di sektor Perbankan, sektor Pasar Modal, dan sektor IKNB.

Kembali lagi ke fintech, dikutip dari Fintech Weekly, financial technology yang kini lebih dikenal dengan istilah fintech, adalah bentuk usaha yang bertujuan menyediakan layanan finansial dengan menggunakan perangkat lunak dan teknologi modern. Tujuannya jelas: untuk memudahkan masyarakat dalam mengakses produk-produk keuangan dan menyederhanakan proses transaksi.

Namun, tak sedikit masyarakat yang menganggap fintech adalah saingan perbankan karena keseluruhan sektornya hampir mirip dengan bank. Padahal bila ditelisik lebih jauh, platform fintech justru mampu menjadi strategi penting untuk meningkatkan dan mengakeselerasi perbankan melalui kolaborasi dan kemitraan. Fintech dan platform digital menawarkan model bisnis dan alternatif solusi yang dapat membantu pemerintah dan institusi finansial lainnya untuk memperluas jangkauan pemberian layanan finansial yang memadai.

Kehadiran industri fintech dalam menawarkan produk keuangan berbasis digital seakan membuka pintu baru bagi masyarakat yang ingin mengajukan pinjaman. Berbanding terbalik dengan layanan pinjaman konvensional yang ditawarkan bank atau koperasi, berbagai fintech menawarkan produk pinjaman peer to peer lending (P2P Lending) atau pinjaman online yang dapat diajukan dengan sangat mudah dan tanpa persyaratan yang rumit. Karena kemudahan dan kecepatannya itulah, fintech menjadi sangat populer di kalangan generasi milenial dan diprediksi akan terus berkembang.

Cukup dengan menunjukkan dokumen pribadi, seperti, KTP, KK, NPWP, dan slip gaji, siapa saja dapat menjadi pengguna pinjaman online untuk tuntaskan berbagai problema keuangan. Bahkan, sejak awal diajukan hingga dana sampai ke tangan nasabah, fintech hanya memerlukan waktu tidak lebih dari 24 jam. Kelebihan inilah yang membuat produk keuangan begitu cepat meraih popularitas dan semakin gandrung dimanfaatkan oleh masyarakat berbagai kalangan.

Sayangnya, di balik kemudahan dan kepraktisan yang ditawarkannya, tak sedikit orang yang memanfaatkan produk pinjaman online ini dengan tidak bijak. Padahal, jika dibandingkan dengan pinjaman konvensional, pinjaman online memiliki tingkat suku bunga yang cenderung lebih tinggi dan tenor cicilan yang lebih ringkas. Pada pinjaman online,  biaya administrasi tidak transparan. Alhasil para nasabah berisiko harus membayar hutang lebih besar dari kesepakatan diawal. Selain itu, nasabah juga harus membayar biaya denda keterlambatan dan denda lainnya yang notabene tidak masuk akal.

Keberadaan pinjaman online ini menjadi polemik karena rendahnya literasi keuangan pada masyarakat Indonesia. Hal ini tentu berisiko membuat debitur pinjaman online untuk terjebak jeratan utang yang terlalu berat hingga tak mampu membayar cicilannya.

Banyak berita yang tersebar di media, yang menceritakan berbagai ancaman yang akan mengintai kalau sampai tidak mampu melunasi cicilan pinjaman online.  Kasus pinjaman online ilegal masih marak terjadi di Indonesia. Beberapa waktu lalu media sosial diramaikan dengan kabar seorang guru di Kabupaten Semarang, Jawa Tengah, yang terjerat utang pinjol ilegal hingga ratusan juta rupiah. 

Pemberian data diri pada pinjaman online membuat nasabah mudah dikejar-kejar tentang utangnya. Debt collector menebar ancaman mulai dari masuk pengadilan, ke penjara, sampai siap dipecat dari pekerjaan. Tak hanya itu, beberapa warganet lain memang menyoroti Fintech pinjaman online yang bisa membaca data-data di ponsel nasabah.

Bahkan, banyak yang menyarankan lebih baik tidak melakukan pinjaman online. Pasalnya, pengajuan pinjaman belum tentu diterima, tetapi data-data nasabah sudah didapatkan.

Selain itu, pinjaman online juga dinilai sangat merugikan konsumen. Misalnya, pengajuan pinjaman cuma Rp1 juta sampai Rp2 juta, tetapi sang penyedia pinjaman online bisa mendapatkan seluruh data nasabah yang nilainya bisa lebih dari itu.

Lalu, ada yang menyebutkan, banyak korban bunuh diri dan stres karena terlibat dalam pinjaman peer to peer lending (P2P Lending). Salah satu korban bunuh diri adalah kasus driver ojek online yang meninggal karena stres ditagih oleh debt collector pinjaman online di fintech. Akibat pemberitaan itu, ada yang menyarankan agar fintech pinjaman online yang menyebabkan konsumen bunuh diri harus ditutup segera. Pasalnya, tekanan penagihan oleh debt collector-nya memicu stres konsumen.

Sementara itu, fakta-fakta lainnya tentang pinjaman online adalah banyak orang yang dihubungi fintech sebagai kontak darurat nasabahnya. Padahal, orang itu tidak mengetahui kalau dirinya dijadikan kontak darurat. Belakangan, kontak darurat ini akan menjadi “repot” karena akan dihubungi secara terus menerus oleh petugas penagih utang dari fintech, dan hal ini tentunya dirasakan sangat mengganggu.

Untuk meminimalisir jumlah korban pinjol ilegal, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) kembali melaporkan data terbaru fintech peer to peer (P2P) lending atau pinjaman online yang terdaftar atau  berizin.  Sampai dengan 10 Juni 2021, total terdapat 125 pinjol yang terdaftar di OJK, atau berkurang 6 fintech dari yang terakhir kali dilaporkan pada akhir Mei 2021. 

OJK menyatakan, ke-6 pemain fintech tersebut harus mengembalikan tanda terdaftarnya yang diakibatkan beberapa sebab seperti tidak memenuhi persyaratan perizinan sesuai POJK dan tidak bisa melanjutkan kegiatan operasional. 

Pandemi Covid-19 yang sampai saat ini masih saja melanda negeri kita, tidak hanya menciptakan krisis kesehatan masyarakat, namun juga berdampak serius pada aktivitas ekonomi nasional. Membangkitkan pertumbuhan ekonomi di tengah pandemi Covid-19 saat ini menjadi konsentrasi penuh pemerintah sekarang. Pemerintah berupaya mempercepat pemulihan ekonomi nasional dan penguatan daya beli masyarakat melalui penguatan perlindungan sosial dan dukungan terhadap sektor usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM). 

Fintech peer to peer (P2P) lending atau pinjaman online tentunya bukanlah merupakan hal yang buruk dan menakutkan yang harus dijauhi, karena tujuan fintech sebenarnya sangat baik, yaitu untuk memudahkan masyarakat dalam mengakses produk-produk keuangan dan menyederhanakan proses transaksi, dengan penggunaan teknologi.

Fintech juga membantu untuk meningkatkan dan mengakeselerasi perbankan melalui kolaborasi dan kemitraan, serta menawarkan model bisnis dan alternatif solusi yang dapat membantu pemerintah dan institusi finansial lainnya untuk memperluas jangkauan pemberian layanan finansial yang memadai.

Salah satu sisi positif dari keberadaan fintech adalah kemudahan dalam menjangkau masyarakat yang membutuhkan layanan finansial, yang tentunya akan dapat membantu dalam permodalan khususnya untuk menggerakkan UMKM. Tentunya agar bisa memanfaatkan dan mendapatkan keuntungan dari fintech, masyarakatlah  yang seharusnya bijak dalam penggunaan platform ini, sehingga dapat terhindar dari hal-hal yang merugikan diri sendiri maupun keluarga.

Supaya pinjaman online tidak lantas menjadi petaka bagi Anda, lantas apa saja hal yang harus diperhatikan sebelum melakukan pinjaman online? Berikut beberapa saran yang dirangkum dari berbagai sumber:

 

1.      Tentukan dulu tujuan keuanganmu

Pastikan Anda  mengetahui tujuan meminjam melalui pinjaman online baik itu untuk konsumtif atau produktif, baik untuk modal usaha atau sekedar menggunakan fasilitas cicilan guna membeli barang yang kita inginkan, atau untuk biaya berobat dan edukasi?

Kenapa menentukan tujuan keuangan itu penting? Karena banyak orang yang salah kaprah menggunakan pinjaman online untuk menutupi biaya utang sebelumnya. Jika hal ini terjadi, pengguna pinjaman online akan terpuruk ke dalam kondisi utang yang lebih dalam. Artinya, membiarkan bunga berbunga menumpuk dan menyulitkan kondisi keuangan Anda sendiri.

 

2.      Rasio utang tidak melebihi dari 30 persen

Maksudnya adalah pendapatan bulanan Anda baik dari bisnis atau dari gaji tidak melebihi rasio utang yang seharusnya. Misal, seorang karyawan swasta dengan gaji Rp3.000.000 maka pastikan bahwa utang yang dimiliki atau cicilan yang dimiliki tidak lebih dari Rp900.000, atau 30 persen dari gaji bulanan.

Kenapa demikian? Tentu selain tidak sehat menurut perencanaan keuangan, pastinya Anda tidak mau kan pendapatan bulanan kita lewat begitu saja hanya untuk membayar utang karena kesalahan Anda  sendiri dalam mengalokasikan pos-pos keuangan.

 

3.      Pastikan pinjaman online tersebut terdaftar dan diawasi OJK

Berikutnya, pastikan perusahaan pinjaman online yang akan diajukan pinjaman tersebut terdaftar dan diawasi oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK) karena apabila terjadi hal yang tidak menyenangkan di kemudian hari maka Anda bisa melakukan pelaporan, dan hak dan kewajiban sebagai nasabah atau sebagai peminjam dapat dilindungi.


4.      Bagaimana mengenali penipuan melalui pinjaman online?

Berikut ciri-ciri modus penipuan Pinjaman Online via SMS

a.       SMS berasal dari nomor umum yang tidak dikenal

SMS penipuan dapat berasal dari nomor umum yang terdiri atas digit yang banyak. Umumnya SMS asli yang berasal dari masing-masing operator terdiri sekitar 3-6 digit angka.

b.       Tidak ada Persyaratan

Menawarkan pinjaman cepat langsung cair tanpa memberikan persyaratan khusus. Apabila ingin mengajukan pinjaman, pastikan pinjaman online yang dipilih memberikan persyaratan yang jelas dan harus melalui website resmi atau aplikasi.

c.       Kelengkapan informasi perusahaan tidak valid

Pinjaman online ilegal biasanya menutupi informasi perusahaan. Oleh karena itu, pastikan selalu kelengkapan dan kebenaran informasi dari identitas perusahaan.


5.      Tips agar terhindar dari pinjaman online ilegal via SMS

Berhati-hati dan tidak tergiur tawaran pinjaman online yang tidak jelas asal-usulnya. Jika memang membutuhkan, bisa memanfaatkan pinjaman dari Fintech P2P Lending yang legal, dimana kepengurusannya tersertifikasi, lokasi kantornya jelas dan terdaftar/berizin di OJK.

Untuk mengetahui daftar penyelenggara Fintech P2P Lending yang terdaftar dan berizin di OJK, cek daftarnya di bit.ly/daftarP2PLending, atau bisa menghubungi Kontak OJK di nomor 157, whatsapp di nomor 081157157157 atau email konsumen@ojk.go.id dan waspadainvestasi@ojk.go.id.

 

Untuk mengecek pinjaman online tersebut telah menjadi anggota Asosiasi Fintech Pendanaan Bersama Indonesia (AFPI), masyarakat bisa mengklik tautan www.afpi.or.id/members.

Jadi, sepanjang  tetap bijak dan berfikir rasional sesuai dengan kebutuhan, jangan alergi dan takut dengan fintech atau pinjaman online, ya!

Dan, jangan abai juga untuk memenuhi kewajiban pembayarannya sesuai waktu yang telah ditetapkan, supaya  Anda terhindar dari stres akibat “sapaan hangat” dari debt collector, dan tentunya dengan modal yang terus berputar, ekonomi juga akan terus bergulir.

Last but not least,  mari  kita manfaatkan modal dari pinjaman online sebagai salah satu sarana penggerak ekonomi yang produktif. 



Dikutip dari berbagai sumber.

Terverifikasi :
Project ini telah melewati proses verifikasi Family First Indonesia.
Kunjungan Lokasi :
Project Creator telah mengunjungi lokasi dan memiliki orang yang dapat dihubungi di lokasi tersebut.
Kunjungan Staff :
Team Family First Indonesia telah mengunjungi lokasi project ini.
Terhubung :
Penggalangan dana ini terhubung dengan yayasan (XXXXXX)