Processing...

Menjadi Ibu yang Terbaik (menurut versi Anda sendiri)


Diposting oleh | Fri, 12 Jul 2019 12:40:51



Jika Anda sama seperti saya dan banyak ibu lainnya, Anda mungkin merasa tidak yakin dan tertekan menghadapi tantangan-tantangan menjadi ibu di abad ke-21 ini. Kita ingin membesarkan anak-anak yang memiliki hidup yang penuh kasih, tekun, berintegritas, dan produktif. Selain itu, kita ingin menjadi pribadi yang merasa puas dan penuh harapan dalam proses membesarkan mereka.

Namun keinginan kita seringkali terjebak dalam kerumitan akibat jadwal yang sibuk, tidak adanya dukungan dari keluarga besar kita, atau pun nilai-nilai standar moral masyarakat sekitar kita yang nampaknya tidak menentu.

Tuhan menciptakan kita bukan untuk merasa tertekan dan tidak yakin atas keluarga kita,  melainkan untuk menjadi ibu yang penuh harapan, sukacita, dan damai sejahtera. Lalu bagaimana kita menghadapi tantangan menjadi ibu di zaman modern dengan sukacita, harapan, dan damai sejahtera? Bagaimana caranya membesarkan anak-anak yang dapat bertahan di tengah kerusakan yang ada di sekitar kita?


Pentingnya Peranan seorang Ibu. 

Seorang ibu memegang peranan penting. Apa yang kita lakukan sebagai seorang ibu akan diingat untuk waktu yang lama, bahkan sesudah kita meninggal. Kehidupan kita adalah warisan terbesar yang dapat kita berikan kepada anak cucu kita. Berbagai pengalaman dalam hidup bisa membuat kita memiliki gambar diri yang tidak tepat, tapi Tuhan ingin agar kita merasa  tidak sendirian dalam perjalanan kita sebagai seorang ibu, karena Tuhan pasti menolong kita untuk menjadi seorang ibu yang terbaik menurut versi kita, ada rekan-rekan sesama Ibu yang siap mendukung kita, dan ada suami yang bijak yang siap berbagi beban dengan kita.

Tidak ada jurus ampuh, atau resep mudah untuk menjadi seorang ibu yang baik.  Tidak ada aturan dan tuntunan umum yang dapat diterapkan bagi setiap keluarga. Kenyataan ini membuat kita sebagai ibu tidak bisa dengan begitu saja membandingkan diri kita dengan ibu-ibu (yang nampaknya) sukses di sekeliling kita. Apa yang sukses dilakukan oleh seorang Ibu di kota lain, atau bahkan negara lain, belum tentu dengan mudahnya bisa kita tiru dan juga berhasil untuk keluarga kita.

Hasil riset “Spiritualitas Generasi Muda Kristen di Indonesia” yang dilakukan oleh Bilangan Research Center (BRC) tahun 2017, menunjukkan bahwa 70,1% responden menyatakan kedua orang tuanya taat beribadah, tetapi yang lebih bersungguh-sungguh adalah ibu, dan hal ini berdampak pada kerohanian mereka, termasuk memotivasi mereka untuk ikut terlibat dalam aktivitas pelayanan di Gerejanya.


Kesempurnaan yang Fana

Saya yakin bahwa di masa ini para ibu membutuhkan kebijaksanaan untuk dapat menghadapi dunia sekitar kita yang nilai-nilai moralnya cenderung makin tidak jelas, di samping harus bergumul dengan ketidakutuhan diri kita sendiri. Sambil kita memulihkan gambar diri kita sendiri, kita juga harus dapat membesarkan anak-anak yang memiliki gambar diri yang baik, mampu menjalani kehidupan yang utuh, dan sukses meraih cita-cita dan impian mereka.

Menjadi seorang ibu adalah sebuah perjalanan yang membuat kita belajar untuk rendah hati, belajar mengenai diri kita dan siapa kita sesungguhnya, dan menemukan berbagai area kehidupan yang membutuhkan pemulihan.  

Mungkin awalnya Anda mengira menjadi ibu berarti harus siap memasak, membuat kue, menggnati popok bayi, memandikan anak, merawat anak yang sakit, melayani suami, dan segudang aktivitas rutin lainnya yang membosankan, dan tidak memiliki tantangan yang menarik khususnya bagi wanita yang berpendidikan tinggi.  Namun pada kenyataannya, menjadi seorang ibu bisa memunculkan semua pengalaman dan perasaan yang dimiliki sang ibu, dan jika pengalaman dan perasaan tersebut penuh dengan luka, maka kita perlu mengalami pemulihan lebih dulu agar pengalaman dan perasaan yang penuh dengan luka itu tidak dialami oleh anak kita, bahkan juga anak-anak dari anak kita.

Tuhan ingin memulihkan bukan hanya kita para ibu, namun juga kepada anak-anak kita. Kita harus belajar bagaimana menjadi seorang ibu yang sehat secara emosional maupun spiritual bagi anak-anak kita. Kita perlu bekerja keras untuk memperlengkapi anak-anak dengan kebijaksanaan dan wawasan untuk dapat berdiri teguh pada prinsip yang benar di tengah situasi-situasi yang dihadapi anak-anak kita di abad ke-21 ini.  Para ibu membutuhkan keberanian, kebijaksanaan, dan ‘perlengkapan’ yang terbaik yang dibutuhkan untuk menghadapi begitu banyak degradasi spiritual dan emosional zaman ini. Tekanan-tekanan kebudayaan yang dihadapi anak-anak kita dan ‘kebodohan’ yang mereka lihat di sekitar mereka jauh lebih parah daripada apa yang telah dihadapi generasi kita pada masa muda kita. Kita harus menyiapkan anak-anak untuk dapat mengatasi tindakan ‘bodoh’ dan ‘berbahaya’ yang semakin dianggap biasa ataupun trending di tengah kebudayaan kita.

Jadi fokus utamanya bukan hanya bagaimana menjadi ibu yang terbaik, tetapi bagaimana menjadi ibu yang terbaik menurut versi kita sendiri, untuk situasi spesifik dan unik dalam keluarga kita. Sadari bahwa tak seorang pun di antara kita yang bisa menjadi ‘ibu yang sempurna’, tetapi biarlah anak-anak kita melihat betapa kerasnya upaya yang kita lakukan untuk menjadi ibu yang lebih baik dan lebih baik lagi bagi mereka.


Ketidakyakinan Orang Tua

Kekhawatiran sebagai orang tua adalah realitas sehari-hari bagi banyak ibu, dan ini menyebabkan banyak ibu yang menjadi apa yang disebut dengan ‘orang tua drone’. Ibu seperti ini selalu ada di sekitar anaknya dan melindungi anaknya sedemikian rupa sehingga anak-anak tersebut seringkali tumbuh sebagai orang yang tidak bisa apa-apa, tidak yakin dalam mengambil keputusan, dan cenderung memiliki sifat narsisistik.

Banyak ibu yang senantiasa khawatir, dan akibatnya anak-anak mereka juga dipenuhi oleh kekhawatiran. Ambisi-ambisi kita sendiri dan ketakutan bahwa kita tidak memenuhi standar sosial yang tinggi membuat kekhawatiran ini semakin berkembang. Kecenderungan untuk berfokus pada diri kita sendiri, yang menyebabkan kemunduran dalam keluarga maupun komunitas telah ada selama beberapa dekade terakhir ini, muncul karena kita mengharapkan ‘keberhasilan’ seperti yang dunia gambarkan di atas segalanya. Karena kecenderungan ini, kita cenderung membesarkan anak-anak yang ingin menjadi terkenal, ingin memiliki berbagai materi, dan ingin membuat teman  mereka iri terhadap mereka. Ini adalah kebalikan dari apa yang Tuhan inginkan bagi anak-anak kita, yaitu menjadi manusia yang berkarakter, berkompetensi tinggi, dan berkomitmen. Raja Salomo pernah menyatakan bahwa bahwa memperoleh hikmat jauh lebih berharga daripada memperoleh emas (Amsal 16:16) —karakter kita (siapa diri kita) jauh lebih penting daripada kesuksesan duniawi.

Sah-sah saja bila kita ingin anak-anak kita sukses dalam kehidupan mereka, tapi pada akhirnya kita harus menyadari bahwa kesuksesan yang sesungguhnya bukan saat kita (atau anak-anak kita) bergelimang harta, memiliki rumah mewah, memiliki posisi yang terhormat di masyarakat, memiliki jaringan pertemanan dengan orang-orang yang berkuasa. Warisan yang perlu kita siapkan bagi anak-anak kita harus menolong mereka mengembangkan hikmat dan keberhasilan yang utuh sehingga mereka dapat menghadapi kesakitan, sukacita, dan berbagai masalah yang datang silih berganti  yang ada dalam kehidupan.

Sangat penting bagi kita, para ibu, untuk menghadapi berbagai persoalan pribadi kita, bukan hanya bagi diri kita sendiri, namun juga bagi pasangan kita dan anak-anak kita. Kita tidak ingin anak-anak kita jatuh ke dalam kebiasaan yang menghancurkan hidupnya, maka kita wajib bersikap jujur tentang ketidak-berdayaan diri kita sendiri, dan kita harus memperlengkapi diri dengan kebijaksanaan untuk dapat mengatasi masalah-masalah ini dengan efektif.

Setiap hari, kita perlu meminta pertolongan Tuhan untuk membantu kita dalam mengasihi keluarga, untuk memberikan kebijaksanaan agar kita dapat menjadi ibu yang baik. Hidup berkeluarga terkadang sangat menantang karena kita berhadapan dengan realita sifat dasar manusia, baik dalam diri kita sendiri maupun dalam diri anggota-anggota keluarga kita. Ada hari-hari, bahkan bulan-bulan, ketika kita harus berusaha keras menjadi ibu terbaik yang kita bisa, kita juga meminta pertolongan Tuhan agar membantu dan menguatkan kita sebagai Ibu untuk dapat membesarkan anak-anak yang bijaksana dan memegang nilai-nilai yang baik di tengah generasi yang nilai-nilai moralnya cenderung menurun. Bagi kita, para ibu, doa adalah ‘senjata yang paling hebat’ yang kita miliki. Terus menerus berdoa tidak hanya membantu kita menghadapi tantangan yang dialami anak-anak kita, namun juga membantu kita mengatasi  kekhawatiran kita sendiri, dan membantu menjawab pertanyaan “apakah kita sudah melakukan hal yang benar?”


Penutup

Kita semua berharap agar kesulitan-kesulitan yang kita hadapi dalam kehidupan pada akhirnya berakhir dengan baik, dan kita berhasil mengatasinya dengan penuh kegemilangan.  Namun hidup bukanlah seperti sebuah novel romantis atau drama televisi berseri yang selalu berakhir dengan happy ending. Selagi kita masih berada di dunia, kita tidak selalu mendapatkan akhir yang bahagia. Namun anak-anak yang melihat ibu mereka (dan mudah-mudahan juga ayah mereka) menerapkan kebijaksanaan berdasarkan nilai-nilai kebenaran, pada akhirnya dapat menerima dan siap menjalani kehidupan dengan segala kerumitannya, dan bertumbuh dengan pengertian akan kenyataan. Ini adalah dua hadiah terbaik yang dapat kita sebagai Ibu bisa berikan bagi mereka.


Ibu Krisna Dewi Maharti

Program & Content Director Family First Indonesia

Terverifikasi :
Project ini telah melewati proses verifikasi Family First Indonesia.
Kunjungan Lokasi :
Project Creator telah mengunjungi lokasi dan memiliki orang yang dapat dihubungi di lokasi tersebut.
Kunjungan Staff :
Team Family First Indonesia telah mengunjungi lokasi project ini.
Terhubung :
Penggalangan dana ini terhubung dengan yayasan (XXXXXX)