Processing...

MENGENAL 'FLEXING'


Diposting oleh | Thu, 31 Mar 2022 13:53:51


Belakangan ini selalu ada saja kata-kata baru yang muncul dalam sebuah diskusi daring. Salah satu istilah yang baru-baru ini menjadi viral adalah flexing.

Dikutip dari kamus Merriam Webster, flexing merupakan sebuah aktivitas di mana seseorang menggerakkan ototnya sehingga menyebabkan kontraksi. 

Namun, ternyata kata tersebut juga memiliki makna lain sebagai slang atau kata populer, yaitu terkait dengan tindakan seseorang untuk pamer atau membanggakan sesuatu, khususnya di media sosial.

Adapun dalam kasus yang belakangan viral, yaitu 'crazy rich bodong',  pakar bisnis Profesor Rhenald Kasali menyatakan bahwa flexing dilakukan sebagai bagian dari taktik marketing atau pemasaran.  Tujuan flexing membangun kepercayaan kepada customer, sehingga banyak orang  mau mengikuti saran mereka untuk melakukan investasi pada platform yang mereka gunakan; yang belakangan ternyata adalah bagian dari penipuan belaka.


Terlepas dari kasus yang sedang marak, perilaku flexing itu sendiri bukannya tanpa sebab. Dalam pandangan psikolog ada sejumlah penyebab seseorang pamer kekayaan antara lain berikut ini seperti dikutip dari klikdokter.com :

1. Mengira Orang Lain Terkesan dengan Pencapaian Mereka

Dalam pandangan psikolog pamer kekayaan atau flexing dilakukan untuk membuat orang lain terkesan. Flexing bisa dikategorikan sebagai salah satu aktivitas membual alias bragging. Menurut Australian Institute of Professional Counselors, membual merupakan tindakan menyombongkan sesuatu secara berlebihan.  Salah satu alasannya adalah karena pembual mengira orang lain terkesan dengan harta dan pencapaian yang mereka pamerkan. Dengan pamer dan menyombongkan diri, para individu yang gemar flexing akan merasa senang.

Kesenangan tersebut serupa stimulus efek dopamin, yaitu zat kimia di dalam tubuh yang meningkatkan suasana hati. Tindakan pamer harta, bahkan membuat mereka ketagihan, sehingga tidak pernah berhenti untuk memamerkan kekayaannya.

2. Butuh Eksistensi

Individu yang gemar flexing juga memiliki kebutuhan besar akan eksistensi diri. Kebutuhan tersebut baru terpenuhi ketika orang lain mengakui sesuatu yang dimiliki mereka. Ketika orang lain mengakui dirinya (pelaku flexing), dia baru merasakan bahwa Ia diterima oleh orang lain. Oleh karena itu, mereka harus menunjukkan sesuatu yang menurut mereka “wah” atau tidak biasa, seperti dengan menunjukkan harta kekayaannya, benefit yang dimilikinya atau hal yang jarang orang lain miliki,” demikian pernyataan Ikhsan Bella Persada, M.Psi. – Psikolog dari klikdokter.com.

3. Kurang Empati

Peneliti dari City University London di Inggris, Irene Scopelliti,  mengatakan orang yang gemar membual, termasuk melakukan flexing, tidak menyadari bahwa banyak orang tidak nyaman dan terganggu dengan tindakan mereka.

Menurut Irene, hal ini karena para pembual kurang bisa berempati. Orang yang gemar membual, sangat sulit menempatkan diri mereka di posisi orang lain. Mereka mengira dengan menyombongkan diri, orang lain akan terkesan, padahal kenyataannya tidaklah demikian.

Berdasarkan studi yang dilakukan Irene dan rekan-rekannya, banyak orang cenderung tidak menyukai individu dengan profil berlebihan, termasuk pamer pencapaian dan harta.  Senada dengan temuan tersebut, sebuah riset yang dimuat jurnal Social Psychological and Personality Science, mengungkapkan bahwa kebanyakan orang justru lebih suka berteman dengan orang yang biasa-biasa saja, dibandingkan dengan individu yang gemar flexing.

Hasil studi tersebut menegaskan bahwa perspektif orang lain sangat berbeda dengan apa yang dipikirkan pelaku flexing. Tindakan pamer pencapaian dan harta tidak membuat banyak orang terkesan.

4. Menutupi Perasaan Rendah Diri

Pada dasarnya, flexing menurut psikologi disebabkan adanya perasaan tidak aman dan rendah diri. Hal ini disampaikan profesor emerita, Dr. Susan Whitbourne dari Psychological and Brain Sciences, University of Massachusetts, di Amerika Serikat.  Karena perasaan tidak aman dan rendah diri tersebut, pembual (termasuk pelaku flexing) merasa perlu memperoleh validasi atau diakui oleh orang lain. Caranya dengan menunjukkan pencapaian, prestasi, dan harta mereka. Tindakan membual dilakukan guna meyakinkan diri sendiri bahwa mereka baik-baik saja. 

Ikhsan Bella, psikolog klikdokter.com, mengatakan bahwa tindakan flexing bisa dilakukan untuk menutupi rasa tidak percaya diri atau minder terhadap diri sendiri.  Hal ini karena pelaku flexing merasa ada hal yang mereka tidak punya, lantas mereka menutupinya dengan hal lain, namun dengan cara berlebih.

Psikolog Indah Sundari Jayanti menjelaskan flexing menunjukkan kebutuhan terhadap eksistensi diri. Perkembangan dunia digital seperti media sosial membuat perilaku ini semakin sering dijumpai. Perilaku flexing ini dapat muncul karena ekspektasi yang tidak sesuai dengan realita pengaruh lingkungan, ketakutan akan penolakan, kebutuhan yang tinggi akan eksistensi diri, dan faktor kepribadian. Di sisi lain, perilaku flexing ini tak bisa serta merta dikatakan sebagai gangguan psikologis.

Flexing dapat dikategorikan sebagai suatu masalah jika sudah mengganggu aktivitas, merugikan orang lain, atau membuat individu menampilkan citra diri yang sangat berbeda.

Jika hal ini sudah menjadi satu kebutuhan yang mengganggu jika tidak terpenuhi, maka perlu ditelaah lebih lanjut. Misal, apakah perilaku flexing ini justru membuat individu memaksakan keinginan di luar kemampuannya atau apakah perilaku flexing ini merugikan orang-orang di sekitarnya. Atau bahkan, apakah perilaku flexing ini membuat individu mencitrakan diri sangat berbeda dari ia yang sebenarnya.

Seseorang patut waspada jika sudah mulai menunjukkan ciri-ciri flexing yang mengganggu, antara lain:

  • Selalu memamerkan banyak hal, meskipun hal-hal yang tidak perlu dipamerkan
  • Memaksakan diri untuk menunjukkan apa yang dimiliki walau itu di uar kemampuan diri sendiri
  • Apa yang dipamerkan belum tentu benar-benar dimiliki
  • Merasa terganggu jika tidak membagi atau memberi tahu orang-orang terkait apa yang dimiliki


Bagaimana mengendalikan diri agar tidak sampai melakukan aksi flexing yang mengganggu, dan juga bagaimana menangani atau menghadapi orang lain yang menunjukkan perilaku flexing yang sudah dirasakan mengganggu orang lain?


Berikut hal-hal yang perlu dilakukan untuk dapat mengendalikan diri agar tidak flexing:

1. Kelola ekspektasi

Pastikan bahwa ekspektasi yang dimiliki tidak melebihi realita dan kemampuan yang dimiliki, sehingga tidak memaksakan diri.

2. Kontrol diri

Kontrol diri untuk menunjukkan hal-hal yang dirasa perlu dan berguna. Pikir dampak baik dan buruk dari perilaku flexing yang (akan) dilakukan.

"Apakah hanya sekedar memberi kepuasan diri tapi membawa komentar negatif dari orang banyak?"

"Apakah hal yang mau dipamerkan adalah sebuah prestasi yang benar-benar positif, ataukah hanya sekedar menonjolkan diri agar mendapat pengakuan atau pujian semata?"

Kita tidak bisa 'berlindung' di balik alasan bahwa ada teman, relasi yang menyetujui perilaku flexing yang dilakukan, yang pada dasarnya memang kita ingin lakukan.


3. Ubah mindset atau pola pikir

Pahami diri dan lihat lebih jauh tentang kekuatan dan potensi yang dimiliki. Alih-alih berfokus pada perilaku pamer, coba cari tau hal yang dimiliki atau kekuatan diri. Selain itu, Indah menyarankan untuk menyadari bahwa memamerkan apa yang dimiliki belum tentu sepenuhnya menunjukkan bahwa kita hebat.

4. Memposisikan diri sebagai orang lain

Coba untuk memahami bagaimana tanggapan orang lain terkait apa yang kita lakukan. Coba pikirkan apakah orang lain akan terganggu atau tidak.

5. Fokus pada aktivitas positif

Ketimbang fokus pada memamerkan segala sesuatu, lebih baik fokus untuk menikmati setiap momen dari berbagai kegiatan yang dilakukan baik bersama diri sendiri, teman, pasangan, maupun keluarga.


Menanggapi orang yang suka flexing

Ada beberapa cara yang bisa dilakukan dalam menghadapi orang yang suka flexing.

Pertama, jika memiliki hubungan yang dekat dan komunikasi yang baik, seseorang bisa mengingatkan terkait flexing tersebut. Ajak diskusi lebih mendalam apa yang dia ingin dapatkan dari perilaku flexing tersebut. Dan berikan beberapa usulan/alternatif kegiatan lain yang lebih positif ketimbang hanya sekedar pamer/flexing. Atau bantu yang bersangkutan untuk melakukan flexing  yang sewajarnya tanpa sampai mengganggu orang lain.

Kedua, jika tidak terlalu dekat atau tidak berhasil mengingatkan, perilaku flexing tersebut bisa diabaikan. Cara yang efektif untuk menghadapi orang-orang yang berperilaku flexing adalah dengan mengabaikan. Orang-orang yang berperilaku flexing akan semakin mendapat kepuasan ketika kegiatan yang dia pamerkan dibahas dan ditanggapi oleh orang lain. Namun bila tak ada respon yang didapat, entah itu respon positif maupun respon negatif, maka perilaku flexing akan berkurang bahkan berhenti.



Disarikan dari berbagai sumber.

Terverifikasi :
Project ini telah melewati proses verifikasi Family First Indonesia.
Kunjungan Lokasi :
Project Creator telah mengunjungi lokasi dan memiliki orang yang dapat dihubungi di lokasi tersebut.
Kunjungan Staff :
Team Family First Indonesia telah mengunjungi lokasi project ini.
Terhubung :
Penggalangan dana ini terhubung dengan yayasan (XXXXXX)