Seorang ibu pernah mengeluhkan anaknya yang sudah kelas 3 SMP tetapi masih harus dibangunkan dengan susah payah. “Saya kasihan pak kalau sampai dia terlambat, harus dihukum... Tapi akibatnya hampir tiap pagi saya bertengkar dengan anak saya karena begitu sulitnya membangunkan dia...”
Saya sarankan untuk si ibu sekali lagi berbicara kepada anaknya dari hati ke hati, apa yang membuat si anak sulit bangun pagi. “Jelaskan apa keuntungan bagi anak bila dia bangun pagi dan tidak terlambat tiba di sekolah, dan sebaliknya apa kerugiannya bila dia terlambat dan apa konsekuensi yang dihadapinya. Tekankan bahwa ibu mengasihinya, tapi ibu juga harus mendewasakannya, dan salah satu sifat orang dewasa adalah berani menghadapi konsekuensi pilihannya. Ibu tidak akan lagi susah payah membangunkannya, dan bila ia terlambat ia harus menjalani konsekensinya, karena demikian jugalah kenyataan dalam hidup. Dan ibu tidak akan ada selamanya di dekatnya untuk melindungi dan menolongnya saat ada masalah atau ada konsekuensi yang harus dia hadapi.”
Singkat cerita beberapa bulan kemudian ibu yang sama dengan sukacita dan bersyukur menemui saya dan menceritakan perubahan yang sangat signifikan dari anaknya. Tidak hanya dalam hal bangun pagi, tapi perlahan-lahan anaknya pun juga menjadi lebih disiplin dan lebih mandiri dalam hal-hal lain.
Saya sangat yakin orangtua umumnya sayang kepada anaknya, dan selalu menginginkan hal yang baik untuk anaknya. Namun tidak jarang orangtua yang menyatakan kasihnya dengan berbagai sikap dan perilaku yang justru memanjakan anaknya. Bisa jadi karena banyak orangtua yang dibesarkan dengan berlimpah fasilitas. Atau malahan dibesarkan oleh orangtua yang otoriter, sehingga justru membuat orangtua bertekad sekuat tenaga agar anaknya tidak mengalami kesulitan atau kesusahan dalam hidupnya. Banyak orangtua yang justru terlalu melindungi anaknya, dengan cepat menyediakan pertolongan dan fasilitas agar anaknya bisa merasa nyaman; tanpa menyadari bahwa tindakan itu justru malah memanjakan anak, dan dapat berakibat buruk di masa depannya.
Sebagai orangtua, kita perlu melatih dan membentuk karakter anak dengan pendisiplinan yang benar, yaitu dengan:
Pertama, dengan menerapkan aturan dalam keluarga dan lakukan pendisiplinan dengan didasarkan pada kasih serta sesuai dengan tingkat usianya.
Ke dua, dengan untuk memberikan tanggung jawab pekerjaan rumah tangga yang sesuai dengan usianya seperti membiasakan anak merapihkan kamarnya sendiri, dan melibatkannya dalam pekerjaan rumah tangga. Julie Lythcott-Haims, seorang mantan dekan, mengemukakan sebuah hasil penelitian di hadapan mahasiswa baru di Standford University, "Dengan membuat anak-anak melakukan pekerjaan rumah seperti membuang sampah, mencuci pakaian sendiri, menyapu, merapikan tempat tidur, dan lain sebagainya, mereka bisa menyadari jika dirinya harus melakukan pekerjaan untuk menjadi bagian dari kehidupan. Anak-anak yang tumbuh dengan terbiasa melakukan tugas akan menjadi karyawan yang lebih baik. Mereka bisa memiliki keterampilan untuk berkolaborasi dengan rekan kerja dan akan lebih berempati terhadap orang lain...” Jika orangtua ingin anaknya sukses, maka tidak ada salahnya menerapkan aturan agar anak mengerjakan satu atau beberapa pekerjaan rumah. Hal ini juga membantu anak untuk hidup lebih mandiri dan terbiasa melakukan pekerjaan rumah tangga, terutama saat tidak tinggal dengan orangtua.
Ke tiga, ada baiknya kita sebagai orangtua tidak selalu memberikan pertolongan di saat anak-anak mereka mengalami kesulitan dengan tugas-tugasnya. Kita bisa memberikan ide-ide agar mereka berpikir bagaimana caranya mereka dapat menyelesaikan kesulitannya. Tantangan yang sulit seringkali bisa menjadi sebuah sarana untuk membentuk anak menjadi pribadi yang mandiri, tangguh dan bertanggung jawab. Mereka akan diajar oleh keadaan untuk menjadi dewasa dalam mensikapi segala kesulitan mereka. Ada kalanya kita sebagai orangtua perlu ‘mengambil 1-2 langkah mundur ke belakang’, memberi kesempatan kepada anak kita untuk menyelesaikan masalah/ tugasnya, juga termasuk saat anak harus menghadapi konsekuensi dari keputusannya.
Seringkali kekuatiran dan ketakutan kita sebagai orangtua yang berlebihan lah, yang justru ‘merusak’ anak kita. Terlalu melindungi anak kita, membuatnya tidak sampai stress, membuat hidupnya nyaman sehingga tidak perlu susah, justru membuatnya tidak siap menghadapi kehidupan nyata yang cenderung ‘keras’ dan penuh perjuangan.
Orangtua yang baik, tidak hanya orangtua yang membuat anak-anaknya hidup dengan nyaman dan baik, selalu menuruti apa yang menyenangkan anak-anaknya; tapi juga mempersiapkan mereka untuk tangguh menghadapi tantangan hidup di kemudian hari.
Latihlah anak untuk bisa mandiri, mampu mengambil keputusan yang bijak, dapat membangun relasi sosial yang sehat, dan memiliki hubungan yang intim dengan TUHAN – Sang sumber berkat dan hikmat yang sangat mereka perlukan untuk mengarungi hidup ini.
Himawan H.
Direktur Eksekutif Family First Indonesia