Bila rata-rata Anda menikah di usia 25 tahun, dan anak pertama Anda lahir saat Anda berusia 26 tahun, maka sudah pasti ada ‘jurang pemisah’ yang cukup jauh. Apalagi perkembangan teknologi yang begitu pesat yang sangat berdampak bagi perkembangan budaya, nilai, standar moral yang tentunya membuat kesenjangan generasi makin melebar.
Karena itu anak perlu memahami bahwa Anda sebagai orang tuanya mengasihi dan memahaminya, dengan begitu ia akan merasa aman dan nyaman untuk berkomunikasi bahkan terbuka dengan Anda sebagai orang tuanya. Namun sering banyak orang tua dan anak yang mengalami konflik. Orang tua merasa sudah mengkomunikasikan kasihnya, tapi anak tidak memahaminya; atau sebaliknya.
Menurut Garry Chapman, ada 5 macam Bahasa Kasih dan setiap dari kita pasti memiliki paling tidak salah satu di antara 5 macam Bahasa Kasih tersebut, yaitu:
#1. Kata-kata Penguatan. Seseorang yang memiliki bahasa cinta ini, ia akan sangat senang dan merasa disayang jika ia sering dipuji, diberi motivasi atau dukungan yang diucapkan berkali-kali. Sebaliknya, kata-kata negatif yang diucapkan terhadapnya dapat sangat melukainya. Ia pun akan mengungkapkan kasih mereka dengan cara memuji.
#2. Waktu yang berkualitas. Bahasa cinta ini artinya menghabiskan waktu bersama atau melakukan kegiatan bersama. Keberadaan pasangan di sisinya sangat berarti baginya. Terutama di saat-saat khusus seperti perayaan ulang tahun, nonton bersama, pergi berlibur bersama, kencan bersama, atau sekedar ada di sampingnya mendengar cerita-ceritanya di saat dia sedang sedih. Kesibukan pasangan dan ketidakhadiran pasangannya di momen-momen khusus biasanya akan melukai dirinya, dan dia akan merasa tidak dikasihi.
#3. Pemberian. Bagi seseorang dengan bahasa cinta ini, cinta di-identikkan dengan pemberian atau hadiah. Dengan menerima hadiah ia merasa diperhatikan dan dikasihi. Dia sebenarnya bukan materialistis, karena bukan hadiah mahal yang diharapkan tapi perhatian yang dicurahkan dalam pemberian tersebut. Ia sangat menyukai kejutan walaupun hanya sekedar kartu ucapan ungkapan cinta.
#4. Tindakan Melayani. Bagi seseorang yang memiliki bahasa cinta ini, ia akan merasa dikasihi apabila pasangannya membantunya mengerjakan hal-hal yang ia inginkan. Contohnya : menyediakan sarapan, membantu menyiapkan keperluan, suami membantu istri di dapur, atau istri menolong suami mencuci mobil
#5. Sentuhan Fisik. Seseorang dengan bahasa cinta sentuhan fisik, secara emosi ia menginginkan bentuk kontak fisik seperti: dicium, digandeng, dirangkul atau ditepuk punggungnya. Bentuk kontak fisik yang kasar akan sangat melukai hatinya. Pelukan saat ia sedang sedih sangat berarti baginya dibandingkan kata-kata. Dengan sentuhan, ia akan merasa sangat diperhatikan.
Oleh karena itu, Dr. Gary Chapman menyarankan agar setiap kita mencari tahu apa bahasa cinta kita sendiri, dan bahasa cinta anak.
Ada beberapa petunjuk untuk mengenali dan menemukan jenis bahasa cinta mana yang paling utama pada setiap kita atau anak-anak kita:
1. Pertama-tama, kita perlu mengerti bahasa cinta kita sendiri lebih dulu.
2. Perhatikan bagaimana anak mengekspresikan cintanya kepada kita.
3. Perhatikan bagaimana anak mengekspresikan kasihnya kepada orang lain. Perhatikan dengan seksama bagaimana mereka berinteraksi dengan setiap individu lain.
4. Dengarkan permintaan yang paling sering diajukan. Kebanyakan setiap individu tidak malu untuk menyebutkan permintaan dan keinginannya. Jika kita belajar untuk “mendengarkan” hal-hal yang anak kita minta, maka kita dapat mendengar bahasa cinta utama dari anak kita.
5. Dengarkan keluhan-keluhan yang sering diutarakan oleh anak. Ketika kita memperhatikan keluhan anak, biasanya keluhannya bisa berada pada kategori yang berhubungan dengan salah satu bahasa cinta mereka.
Apabila telah mengetahui bahasa cinta masing-masing, beradaptasilah. Cobalah melakukan hal yang sesuai dengan bahasa cinta anak. Ajaklah juga anak untuk membahas dan mendiskusikan mengenai bahasa cinta. Dengan demikan, kita dan anak akan sama-sama merasa dicintai, kesalahpahaman dapat dihindari, dan hubungan orang tua dan anak menjadi lebih baik.
Himawan H.
Direktur Eksekutif Family First Indonesia