Pandemi Covid 19 yang terjadi selama beberapa bulan terakhir ini membuat banyak orang merasa bingung, cemas, stres, dan frustasi. Sejumlah orang khawatir sakit atau tertular Covid-19. Di sisi lain mereka juga risau masalah finansial, pekerjaan, masa depan, dan kondisi setelah pandemi.
Banyak ketidakpastian membuat orang sulit merencanakan masa depan. Hal itu membuat orang jadi jengkel. Bagi sebagian orang, rasa stres dan cemas menghadapi pandemi corona bisa sampai mengganggu kesehatan mental. Terlebih jika sebelumnya seseorang memiliki riwayat gangguan kecemasan, depresi, serangan panik, atau gangguan obsesif kompulsif.
Ketika seorang merasa stres, secara alamiah memicu respons tubuh untuk bereaksi menghadapi stres. Ketika menghadapi potensi bahaya, sistem saraf simpatik otomatis berada dalam mode mempertahankan diri. Hal itu dikontrol bagian otak yang mengendalikan emosi bernama amigdala. Saat stres, amigdala mengirimkan "sinyal marabahaya" ke kelenjar hipotalamus di dasar otak. Hipotalamus lantas memberikan kode pada kelenjar adrenal untuk melepaskan hormon stres kortisol dan adrenalin. Begitu hormon tersebut terlepas, otot di dalam tubuh otomatis jadi tegang. Ketegangan otot itu berfungsi melindungi diri dari cedera. Jantung pun jadi berdetak lebih kencang untuk memompa lebih banyak darah ke otot dan meningkatkan asupan oksigen. Inilah yang memicu napas jadi cepat atau sesak dan jantung berdebar-debar saat seseorang mengalami stres. Dalam kondisi "terancam", tubuh juga melepaskan lebih banyak glukosa dan lemak ke aliran darah untuk menyediakan bahan bakar tambahan agar seseorang lebih waspada.
Respons tubuh saat menghadapi stres tersebut umumnya normal dan tidak menimbulkan masalah kesehatan. Namun, apabila sistem saraf otonom tersebut terus-menerus diaktifkan seperti saat menghadapi pandemi corona, dampaknya bisa mempengaruhi kesehatan. Dalam jangka pendek, stres kronis dapat mengganggu sistem daya tahan tubuh sampai sistem pencernaan. Dalam jangka panjang, stres kronis ini dapat menyebabkan migrain, penyakit jantung dan stroke, diabetes, tekanan darah tinggi, depresi, dan gangguan kecemasan. Dalam kondisi pandemi corona, wajar jika beberapa di antara Anda mungkin merasa gelisah, susah tidur, pusing, mual, tidak berselera makan, atau sering mimpi buruk. Gejala tersebut umumnya akan menghilang seiring berjalannya waktu. Namun, bagi orang yang merasakan gejala tersebut berlangsung lebih dari satu bulan, dan sampai mempengaruhi hubungan pribadi dan pekerjaan, bisa jadi stres mulai memengaruhi kesehatan mental. Bila hal ini terjadi, segera berkonsultasi pada tenaga profesional.
Untuk meminimalkan dampak stres selama masa pandemi ini, Anda bisa melakukan beberapa hal sebagai berikut:
1. Bertemu Online dengan Keluarga dan Teman. Selama internet masih berfungsi, itu adalah kabar baik bagi kesehatan mental kita. Dengan koneksi internet, kita masih bisa menghubungi dengan orangua dan sanak keluarga di kampung halaman, mengobrol dengan orang tersayang yang tinggal jauh, berbicara dengan guru sekolah tentang rencana pelajaran anak-anak atau menghubungi teman-teman dekat hanya untuk tertawa bersama mereka. Koneksi online semacam ini bisa menjaga kesehatan mental selama masa karantina.
2. Bantu Orang Lain yang Membutuhkan. Banyak orang terkena imbas secara ekonomi akibat pandemi virus corona. Selain banyak orang kehilangan pekerjaan, jutaan usaha kecil di ambang kehancuran finansial. Realitas ekonomi akibat pandemi virus corona benar-benar meresahkan. Dalam kondisi ini, kita bisa menjadi secercah “cahaya” bagi orang yang membutuhkan. Kita bisa membagikan makanan untuk orang yang membutuhkan, menggalang sumbangan untuk membeli alat kesehatan yang kemudian disumbangkan ke rumah sakit atau membagikan masker sekaligus mengedukasi orang-orang yang tak bisa tinggal di rumah karena harus mencari uang. Membantu orang lain yang membutuhkan akan membuat kita merasa baik tentang diri sendiri, dan dengan demikian akan baik untuk kesehatan mental dan stabilitas emosi selama masa krisis ini. Tidak ada yang terasa lebih baik dari berbagi, terutama ketika ada begitu banyak orang lain yang sangat membutuhkan.
3. Luangkan Waktu untuk Memanjakan Diri. Keinginan untuk memanjakan diri sendiri itu tidak ada salahnya, apalagi di masa seperti saat ini . Jika Anda merasa kewalahan dan berada di ambang krisis kesehatan mental, luangkan waktu sebentar untuk bernapas, rileks, dan lakukan sesuatu hanya untuk diri sendiri. Tonton film dan acara TV favorit, menikmati mandi busa yang menenangkan atau membaca buku sambil menyeruput secangkir teh atau kopi. Apapun itu yang bisa membuat rileks, lakukanlah.
4. Seleksi dalam Mendapatkan Informasi. Walaupun penting untuk tetap mendapat informasi dan mengikuti berita terbaru, bukan berarti harus diikuti 24 jam dalam sehari dan 7 hari dalam seminggu. Pasalnya, berita buruk, apalagi hoax, dapat memiliki dampak negatif yang sangat besar pada kesehatan mental. Jika ingin meningkatkan kesehatan mental dan merasa lebih baik, mulailah dengan melakukan diet media. Periksa berita terbaru sesekali saja, pastikan dari sumber berita yang terpercaya. Lalu lakukan aktivitas lain, termasuk membaca buku yang baik atau mendengarkan musik favorit sambil bersantai, dan teratur membangun relasi dengan orang lain yang Anda kenal. Gali dan wujudkan kreativitas Anda, baik itu melalui kegiatan memasak, atau kegiatan seni rupa.
Dengan menjaga hidup yang tetap seimbang, dapat membantu kita menghadapi masa karantina lebih efektif, sehingga kita dapat muncul dengan lebih bahagia dan lebih sehat ketika masa pembatasan sosial akibat pandemi corona ini berakhir.
(Dari berbagai sumber)