Tidak kita pungkiri bahwa infrastruktur dalam negara maju dan berkembang banyak perbedaan. Bukan saja dalam hal infrastruktur fisik untuk mendukung teknologi tapi juga infrastruktur non-fisik, salah satunya contoh undang-undangnya. Sehingga kemajuan teknologi perlu diikuti pula dengan kemajuan dalam semacam perangkat lunaknya yang mengatur penggunaannya sehari-hari. Itulah keseimbangan yang perlu dijaga, agar kita tidak hanya memperkenalkan perangkat(device) ponsel, laptop, game terbaru dsb pada anak-anak tetapi juga harus memperkenalkan kepada mereka cara-cara penggunaan yang baik, aturan, etika dan batasan seputar perangkat itu.
Penetrasi Internet di Indonesia bisa jadi lebih cepat dari kemampuan negara, bisnis, masyarakat dan keluarga untuk menyediakan semacam perangkat lunak yang mengatur cara-cara, undang-undang, safety dan batasan lainnya seputar internet. Warnet bermunculan sampai ke pelosok desa, demikian juga free Internet lewat ponsel mulai banyak di pasang. Sehingga semua itu membuat anak-anak dapat saja mengembara sendiri di dunia cyber tanpa orang tua atau sekolah bisa sempat memberikan arahan apalagi aturan. Anak-anak tentu saja lebih cepat untuk mengadopsi teknologi baru tetapi juga bukankah ini termasuk juga mereka akan cepat menyerap hal-hal baru baik positif maupun negatif yang disediakan dari Internet ? Pembiaran anak-anak seperti ini memiliki resiko tersendiri.
Berbeda dengan perkembangan teknologi di negara maju, walaupun resiko pada anak-anak tentu saja masih ada namun waktu antara perkembangan teknologi dan perkembangan infrastruktur non-fisik, yakni tersedianya peraturan, batasan dsb tidak terlalu besar.
Contoh: sekitar sepuluh tahun yang lalu dimana teknologi Internet berkembang pesat, media sosial mulai dipakai dimana-mana, pemerintah Australia telah menawarkan semacam FREE FILTER software bagi setiap keluarga. Free filter ini dipasang di komputer rumah untuk menghindari anak-anak mengakses bahan-bahan berbahaya. Demikian juga beberapa tahun kemudian suatu proyek cyber-smart(internet pintar) dimulai untuk sekolah-sekolah. Jadi semua pihak baik masyarakat, keluarga, dan sekolah diberi kesempatan untuk mengenal adanya peraturan, batasan, safety seputar komputer dan internet. Sehingga secara lebih dini anak-anak mendapatkan kesempatan dunia cyber yang aman, sehat dan bertanggung jawab.
Internet secara tidak langsung telah membuat suatu tatanan masyarakat global. Anak-anak dari seluruh dunia masuk, bermain, bergaul dan belajar di Internet. Bagi negara berkembang seperti Indonesia, anak-anak pun bergembira ria menyambut penetrasi Internet dimana-mana. Bisnis pun meraup untung besar. Tapi apakah keseimbangan telah ter-abaikan ? Bukankah anak-anak Indonesia juga memiliki HAK untuk dilindungi terhadap bahaya-bahaya Internet? Kalo mereka lebih banyak dibiarkan bermain dan belajar sendiri di dunia cyber, sedangkan anak-anak se-usia mereka di tempat lain memperoleh infrastrutur internet yang aman, sehat dan bertanggung jawab, siapa yang lebih siap menatap masa depan???
Immanuel Daely
Founder Rumah Bijak Online